Kamis 10 Jan 2013 10:30 WIB

Habib Idrus bin Salim Aljufri, Penyebar Islam di Indonesia Timur (2)

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
Habib Idrus bin Salim Aljufri.
Foto: blogspot.com
Habib Idrus bin Salim Aljufri.

REPUBLIKA.CO.ID, Semasa kecil, Idrus bin Salim Aljufri telah memperlihatkan kecerdasan yang mumpuni, juga bakat memimpin.

Pada usia 12 tahun, misalnya, ia sudah hafal Alquran. Selain ilmu agama, ia juga menguasai ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu falak dan aljabar.

Lalu, ketika usianya menapak 19 tahun, ia mendapat amanah untuk menduduki jabatan yudikatif sebagai mufti di tanah kelahirannya. Jabatan itu membuatnya tercatat dalam sejarah sebagai mufti termuda.

Walau jabatan sudah di tangan, Idrus muda tak pernah silau dengan keduniawian. Ia tetap kritis terhadap lingkungan sosial di negerinya.

Bahkan, ia rela melepas jabatan mufti ketika memilih jalan menentang imperialisme Inggris. Sikap itu pula yang kemudian membawanya datang untuk kali kedua ke Indonesia.

Hal itu bermula ketika Habib Idrus bersama Habib Abdur Rahman bin Ubaidillah Assagaf mengadakan perjalanan ke luar tanah kelahirannya untuk menggalang opini dunia internasional atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan pihak Inggris di Yaman Selatan.

Sayang, rencana itu kandas. Ia tertangkap di Pelabuhan Aden dengan barang bukti sejumlah dokumen yang hendak dibawanya ke luar negeri.

Saat itu, pihak penguasa memberinya dua pilihan, kembali ke Hadramaut atau mengubah rute perjalanan ke Asia Tenggara. Pilihan kedualah yang dipilih Habib Idrus. Sedangkan, sahabatnya memilih kembali ke Hadramaut.

Sejarah mencatat, Habib Idrus tiba di Pulau Jawa pada 1926. Sekitar dua tahun ia berada di Jawa.

Di tanah Jawa ini ia sempat menjalin keakraban dengan pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, KH Hasyim Asy’ari. Kiai Hasyim adalah pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement