REPUBLIKA.CO.ID, Menuju kebaikan tidak selamanya mulus, pasti ada tantangannya. Apalagi di era saat ini banyak tantangan yang harus dihadapi umat Islam.
Menurut Rektor IAIN Surakarta, Prof Imam Sukardi, semangat perbaikan itu pada dasarnya ada dalam diri tiap orang.
Tinggal kemauan dan upaya dari yang bersangkutan: mau memulai lebih cepat atau mengulur-ulur waktu.
Seharusnya, semakin cepat semakin baik seseorang melakukan perubahan. Sebab, bila ditunda-tunda berarti melakukan penundaan hijrah menuju kesempurnaan.
Namun, menuju kebaikan tidak selamanya mulus, pasti ada tantangannya. Apalagi di era saat ini banyak tantangan yang harus dihadapi umat Islam. Guna menghadapi tantangan-tantangan tersebut, ingatlah pesan Rasululah SAW seusai Perang Badar, “Kita telah menang dari peperangan kecil (Perang Badar—Red), tetapi selanjutnya akan menghadapi perang yang lebih besar, yaitu hawa nafsu.”
“Tantangan terberat ialah melawan hawa nafsu sendiri. Hal ini yang harus kita lawan, selanjutnya istikamah berada di jalan Allah,” kata Imam.
Sementara itu, Dosen Fakultas Syariah UIN Malang, Dr Sudriman Hasan, mengatakan dalam konteks sekarang hijrah yang harus dilakukan umat Islam ialah berupaya sekuat tenaga melakukan perubahan ke arah ketakwaan. Makanya, sebuah keniscayaan kalau mau maju harus berhijrah.
Sedangkan, hijrah nonmaterial dilakukan dengan cara muhasabah, intropeksi diri. “Kita harus banyak merenung apa saja yang telah kita lakukan. Selanjutnya, kesalahan itu diperbaiki menuju ke arah yang lebih baik,” ujar Sudriman.
Namun, tidak selamanya hijrah bisa berjalan mulus. Banyak tantangan yang harus dilalui, yang terberat justru dari diri sendiri berupa hawa nafsu. Tantangan kedua datang dari lingkungan sekitar. Bentuknya bisa berupa protes ketika diajak melakukan kebenaran. Tapi, selama hijrah itu untuk kebaikan dan kemaslahatan umat, istikamah saja menjalankannya.
Sudriman optimistis, jika hijrah individu dilakukan oleh semua umat Islam sesuai dengan profesinya masing-masing, bangsa dan negara ini akan menjadi makmur. Misalnya, para pejabat bertekad hijrah tidak lagi menghambur-hamburkan APBN. Mereka yang selama ini terbiasa korupsi, hijrah menghentikannya, lalu bertekad membela kepentingan rakyat.
Jika hal ini disadari dan dilaksanakan semua pihak, negara ini akan hijrah dari kemiskinan menjadi makmur. Oleh karena itu, Tahun Baru Hijriah bisa dijadikan momentum bagi semua pihak untuk melakukan hijrah perubahan ke arah yang lebih baik.