REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Fakhruddin
Semenjak Banten Girang berhasil dikalahkan oleh penguasa Islam, terjadilah peralihan kekuasaan. Kekuasaan Islam bertambah jaya ketika pusat Kesultanan Banten dipindah ke Banten Lama yang terletak di kawasan pesisir pantai utara Pulau Jawa bagian barat.
Pemindahan ini merupakan suatu pilihan penting untuk mengembangkan perdagangan, sehingga bandar Banten di pesisir yang berfungsi pusat politik maupun ekonomi berkembang dengan pesat. Pemindahan kota pusat kerajaan itu dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara pulau Jawa dengan pesisir Sumatera bagian barat melalui Selat Sunda dan Samudera Indonesia.
Maulana Hasanuddin pun mulai membangun kota Banten sebagai negara-kota (city-state), sekaligus sebagai kota bandar (harbour city). Tata letak keraton, alun-alun, masjid, pasar, dan jaringan jalan menunjukkan pola morfologi kota yang hampir sama dengan kota-kota Islam lainnya di Jawa, seperti Cirebon dan Demak.
Benteng pertahanan pun mulai dibangun di sekeliling negara kota itu. Penduduk yang terkonsentasi di kota Benteng tersebut pada saat itu berjumlah sekitar 70 ribu jiwa. Maulana Hasanuddin kemudian mengkonsolidasi pasukan dan mendeklarasikan Banten sebagai kesultanan independen dari Demak.
Sehingga pada 1552, lahirlah Kesultanan Banten. Maulana Hasanuddin diangkat sebagai Sultan Banten. Ia memerintah selama 18 tahun (1552-1570). Kota Surosowan (Banten Lor) pun didirikan sebagai ibu kota Kesultanan Banten.
Sultan Maulana Hasanuddin adalah raja sekaligus pemuka agama. Ia memberikan andil yang sangat besar dalam meletakkan fondasi Islam di Nusantara sebagai salah seorang pendiri Kesultanan Banten. Hal ini telah dibuktikan dengan kehadiran bangunan peribadatan berupa masjid dan sarana pendidikan Islam, seperti pesantren.
‘’Ia juga mengirim mubalig ke berbagai daerah yang telah dikuasainya,’’ tutur Mufti. Sebagai sultan pertama, Maulana Hasanuddin membangun insfrastruktur perkotaan Islam modern, antara lain membangun Keraton Surosowan sebagai pusat pemerintah, membangun Masjid Agung Banten sebagai pusat peribadatan, membangun alun-alun sebagai pusat informasi dan berkomunikasi dengan rakyatnya.
Yang tak kalah pentingnya, ia juga membangun Pelabuhan Karangantu sebagai pelabuhan internasional yang menghantarkan Banten sebagai kesultanan dengan pelabuhan terkuat di Nusantara.