Ahad 25 Nov 2012 19:19 WIB

Tradisi Bubur Sura 10 Muharam

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Chairul Akhmad
Bubur (llustrasi).
Foto: blogspot.com
Bubur (llustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Peringatan 10 Muharam pada kalender hijriah memiliki arti tersendiri bagi umat Islam.

Pasalnya, pada tanggal tersebut, diyakini pernah terjadi berbagai peristiwa penting di masa lalu.

Salah satu peristiwa yang diyakini terjadi pada tanggal itu adalah selamatnya Nabi Nuh AS akibat banjir dahsyat yang melanda dunia.

 

Bagi umat Islam di berbagai daerah di Indonesia, peristiwa tersebut diperingati dengan berbagai tradisi.

Salah satunya adalah tradisi ‘bubur sura’ yang diselenggarakan Keraton Kasepuhan Cirebon. Pada tahun ini, tradisi bubur sura di Keraton Kasepuhan dilaksanakan pada Ahad (25/11) pagi.

 

Dalam tradisi tersebut, pihak keraton membagikan bubur sura kepada para wargi, abdi dalem, dan masyarakat magersari. Selain itu, bubur sura juga dibagikan kepada kaum Mesjid Pejlagrahan, kaum Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, dan tempat lainnya.

 

Bubur sura merupakan bubur yang dicampur dengan umbi-umbian seperti talas maupun ubi kacang. Kemudian, diatasnya diberi jeruk garut, serundeng, perkedel, goreng bawang, kemangi, cabe, dan campuran lainnya.

 

“(Tradisi bubur sura) ini menandakan keprihatinan,” ujar Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat.

 

Menurut Sultan, peringatan 10 Muharam dikenal juga dengan ‘Hari Anak Yatim’ dan selamatnya Nabi Nuh AS di dalam bahtera akibat banjir dahsyat.

Dengan demikian, makhluk yang tertinggal di dunia ini hanya dalam bahtera Nuh. “Dan untuk makan sedanya dibuat bubur,” tutur Sultan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement