Jumat 23 Nov 2012 19:06 WIB

Yang Masih Gerogoti Negara Islam: Kemiskinan dan Pendidikan

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Djibril Muhammad
Azyumardi Azra
Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Permasalahan ekonomi sosial ternyata masih terus menggerogoti negara-negara Islam. Terbukti, menurut cendikiawan Muslim Azyumardi Azra dua masalah itu mampu mempengaruhi keagamaan masyarakat.

Guru besar Universitas Islam Nasional Syarif Hidayatullah ini menyatakan, kebanyakan Muslim tak bisa memungkiri ada sebagian Muslim di dunia yang hidup di jurang kemiskinan. Meski ada beberapa negara anggota OKI yang menjadi salah satu negara kaya dunia, namun yang lain justru masuk menjadi negara miskin.

Masalah semakin meningkat ketika terjadi kesenjangan di mana banyak masyarakat yang semakin kaya namun sebagian tetap miskin. "Kita (Muslim dunia) menghadapi masalah pengangguran, pelemahan ekonomi dan berbagai hal lainnya, tak hanya OKI namun juga negara maju," tutur dia saat menjadi pembicara di 'Parliamentary Event On Interfaith Dialog,' di Nusa Dua, Bali, Jumat (23/11).

Masalah kesenjangan ini, khususnya di Indonesia sering berkembang menjadi masalah benturan agama. Ia mencontohkan salah satu kasusnya ada di Ambon walaupun sudah bisa ditangani Pemerintah. 

Tingginya gesekan antar agama dan budaya, menurut mantan rektor UIN ini juga dipengaruhi masalah pendidikan, yaitu angka putus sekolah dan rendahnya pendidikan untuk perempuan. Masalah disorientasi kaum muda yang melek teknologi juga saat ini tak bisa dianggap remeh. 

Disorientasi ini, menurut dia, adalah perubahan pandangan lama sehingga menjadi perlawanan sosial. Dengan menggunakan teknologi media sosial kaum muda membentuk opini dan konsolidasi. "Tak bisa dipungkiri, apa yang disebut Arab Spring menyebar melalui Facebook," ungkap dia.

Selanjutnya masalah sosial politik, yaitu instabilitas politik karena ketidakmampuan negara untuk mengelola pemerintahannya. Begitu juga proses peralihan demokrasi di negara Muslim yang seringkali amat menyakitkan.

Permasalahan di atas, menurut dia, perlu diketahui anggota parlemen, tak hanya Indonesia namun juga negara lainnya. "Karena parlemen wakil rakyat dan perlu mengetahui bahwa apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi masalah itu," ucap dia.

Sementara itu, menurut anggota parlemen asal Tunisia, Gamel Touir, mengakui permasalahan sosial seringkali menciptakan permasalahan agama. Namun belajar dari kasus di Tunisia, Pemerintah yang terlalu menekan agama bisa menyuburkan radikalisme agama itu sendiri.

Sehingga, seperti yang terjadi baru-baru ini, timbul revolusi yang ternyata digalang kaum muda. Hanya masalah tak berhenti disitu, persoalan politik dengan membawa label agama pun akhirnya menimbulkan ketidakpuasan. "Kami sedang berusaha membuat konstitusi untuk bisa merangkul semua," ucap dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement