Senin 15 Oct 2012 11:48 WIB

Gembala Sapi Naik Haji

Rep: Heri Ruslan dari Makkah/ Red: Dewi Mardiani
Ibadah haji di Baitullah, simbol persatuan kaum Muslimin (Ilustrasi).
Foto: Antara
Ibadah haji di Baitullah, simbol persatuan kaum Muslimin (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Mata Saparuddin (40 tahun) berkaca-kaca. Air matanya menetes saat pertama kali melihat Kabah. Impiannya untuk berkunjung ke Rumah Allah SWT akhirnya terkabul.

''Saya menangis. Bersyukur dan berbahagia karena bisa melihat Ka'bah,'' ujar pria asal Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan itu berbalut kain ihram.

Bertahun-tahun lamanya, Saparuddin berjuang agar bisa menunaikan rukun Islam kelima. Ia bukanlah pekerja kantoran atau pegawai di sebuah perusahaan. Pria itu hanyalah seorang gembala sapi di kampung halamannya.

Tekadnya untuk memenuhi panggilan Allah SWT begitu kuat. Tak heran, jika Saparuddin menjadi satu di antara 1,5 miliar muslim di muka bumi yang terpilih untuk berkunjung ke Baitullah.

''Saya memelihara sapi milik orang lain,'' tutur Saparuddin. Ia mengaku menyisihkan uang hasil keringatnya setiap bulan di bank. ''Setiap ada uang sisa, saya tabungkan agar bisa naik haji,'' kata ayah satu anak ini.

Saparuddin mengaku tak pernah mengenyam pendidikan. Bahkan, duduk di bangku sekolah dasar (SD) pun tak pernah. ''Saya lahir dalam keadaan yatim. Orang tua saya dulu tak bisa menyekolahkan saya,'' katanya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Saparuddin berkerja sebagai kuli. Ketekunannya berbuah kepercayaan. Orang kaya di kampungnya menitipkan sapinya untuk diternak oleh Saparuddin.

Dengan sistem bagi hasil, Saparuddin bisa mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membiayai putrinya kuliah di Bulukumba. ''Ada sisa uang Rp 1 juta, saya tabungkan untuk haji,'' katanya.

Uniknya, orang-orang kaya di sekitar Sapruddin malah belum ada yang menunaikan haji. ''Banyak orang yang kaya di kampung saya, tapi mereka tak naik haji,'' tuturnya sembari tersenyum.

Tahun ini, Saparuddin menunaikan haji bersama 185 jamaah dari Bantaeng. Ia memilih berhaji ifrad, bukan tammatu. Karenanya, ia harus mengenakan pakaian ihram hingga puncak haji berakhir.

''Ada 50 orang dari Bantaeng yang berhaji ifrad,'' katanya. Dengan berhaji ifrad, maka Saparuddin terbebas membayar dam, berupa seekor kambing. Namun, selama mengenakan kain ihram, ada sejumlah larangan yang harus dipatuhi Saparuddin dan kawan-kawannya itu.

Ia mengaku berangkat ke Tanah Suci tak bersama istri. ''Kalau istri saya sedang menabung juga. Mudah-mudahan bisa naik haji juga,'' ucapnya. Saparuddin mengaku telah berdoa di depan Kabah agar istri dan anaknya bisa memenuhi panggilan Allah SWT.

Meski tak bersama istrinya, Sapruddin berhaji bersama beberapa saudaranya. ''Saya datang bersama om dan tante,''tuturnya. Saudara-saudaranya itu berkerja sebagai petani.

Dia sungguh beruntung. Betapa tidak. Untuk menunaikan haji, warga Kabupaten Bantaeng harus menungu selama 15 tahun. Daftar tunggu menjadi panjang karena jumlah muslim yang ingin berkunjung ke Baitullah semakin banyak. Namun, jika Allah sudah memanggilnya, seorang gembala sapi pun bisa berhaji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement