Selasa 25 Sep 2012 09:28 WIB

Tentang Kasyaf (3)

Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Kasyaf dapat diakses oleh siapa saja yang memiliki kedekatan khusus dengan Allah SWT. Hal itu ditekankan oleh Yusuf ibn Ismail An-Nabhani dalam karya monumentalnya berjudul “Jami’ Karamat Al-Auliya”.

Dalam kitab yang memuat biografi 695 wali (di luar wali-wali yang muncul di Asia Tenggara) itu, terlihat jelas betapa para wali rata-rata memiliki kemampuan untuk menggapai mukasyafah.

Termasuk di dalamnya Imam Ghazali, Ibnu Arabi, dan Imam Syafi’i. Bentuk kasyafnya bermacam-macam. Sesuai kondisi objektif kehidupan para wali tersebut.

Rasulullah SAW juga pernah menegaskan, “Seandainya hati kalian tidak dilanda keraguan dan tidak mengajak kalian untuk banyak bicara, niscaya kalian akan mendengar apa yang sedang aku dengar.”

Dalam hadis lain, sebagaimana dinukilkan dari kitab “Ihya Úlum Al-Din”, Rasulullah berkata, ”Seandainya bukan karena setan yang menyelimuti kalbu anak cucu Adam maka niscaya mereka akan dengan mudah menyaksikan para malaikat gentayangan di jagat raya kita.”

Di dalam Alquran juga ada isyarat yang memungkinkan seseorang memperoleh kasyaf. Ada beberapa ayat yang mengisyarakatkan demikian. Di antaranya, ayat 37 Surah Qaaf. “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedangkan dia menyaksikannya.”

Ini diperkuat pula dengan ayat 69 Surah Al-Ankabut. Allah ber firman, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan, sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Namun, Ibnu Athaillah mengingatkan kepada kita, jangan sampai lebih mengutamakan mencari kasyaf. Pernyataannya itu seperti termaktub dalam kitab “Hikam”-nya. Ia berkata, “Melihat aib di dalam batin lebih baik daripada melihat gaib yang tertutup darimu.”

“Boleh jadi Allah memperlihatkan kepadamu hal-hal yang gaib kerajaan-Nya dan menutup kemampuanmu untuk meneliti rahasia-rahasia hamba-Nya, namun tidak berakhlak dengan sifat kasih Tuhan, niscaya penglihatannya menjadi fitnah baginya dan menyebabkan terperosok ke dalam bencana.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement