Kamis 06 Sep 2012 15:01 WIB

Kajian Sufisme: Teori-Teori Sufisme (3)

Ilustrasi
Foto: trekearth.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kendati beberapa ahli tata bahasa menunjukkan kalau kata “wool” secara etimologis lebih sesuai—dan lebih mungkin daripada, katakanlah, derivasi dari kata shafwa ('kesalehan'), atau pun shaff (singkatan dari kalimat 'Urutan Pertama orang Terpilih')—lainnya menentang opini tersebut atas dasar, bahwa nama sebutan tidak harus tunduk pada aturan ortografi (sistem ejaan).

Saat ini, nama sama pentingnya dengan suatu pengenalan gagasan, seperti yang akan kita lihat sebentar lagi. Sementara itu, mari kita melihat pada hal-hal yang berkaitan dengannya.

Kaum Sufi menyatakan suatu jenis dari jiwa dan aktikitas-aktikitas tertentu dapat menghasilkan—di bawah kondisi dan upaya tertentu (khusus)—apa yang diistilahkan dengan kerja yang lebih tinggi dari pemikiran, membawa kepada persepsi-persepsi khusus yang peralatannya tidak tampak (tersembunyi) bagi orang awam. Oleh karena itu, Sufisme melebihi batasan-batasan orang awam tersebut.

Tidak mengherankan, jika kata Sufi telah dihubungkan dengan kata Yunani untuk hikmah Ilahiah (sofia) dan juga dengan istilah dalam bahasa Yahudi Cabbalis untuk Ain Sof ('ketakterhinggaan').

Hal itu tidak akan mengurangi problem murid pada tahap belajar ini, sebagaimana dikatakan semua penulis Jewish Encyclopaedia, bahwa para ahli bahasa Yahudi menganggap Cabbala dan Hasidim, mistikus Yahudi, sebagai awal Sufisme atau suatu tradisi yang identik dengan itu.

Tidak ada yang memaksanya untuk mendengar hal itu, kendati kaum Sufi sendiri menyatakan bahwa pengetahuan mereka sudah ada selama ribuan tahun, mereka menolak bahwa hal itu merupakan turunan (derivative), menegaskan bahwa hal itu adalah setara dengan aliran-aliran Hermetis, Pythagoras dan Platonis.

Murid kita hingga sekarang barangkali benar-benar bingung; tetapi ia sudah mempunyai pandangan sekilas tentang persoalan-persoalan dalam mengkaji gagasan-gagasan Sufi, sekalipun hanya karena dia dapat memberikan kesaksian untuk diri sendiri, perjuangan yang tidak produktif dari para skolastik.

Sebuah tempat berlindung yang memungkinkan, akan ditemukan jika kita dapat menerima penegasan seorang ahli—seperti Profesor R A Nicholson—atau jika bertanya kepada kaum Sufi.

sumber : Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat oleh Idries Shah/Media Isnet
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement