Rabu 05 Sep 2012 13:11 WIB

Kajian Sufisme: Teori-Teori Sufisme (2)

Ilustrasi
Foto: trekearth.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Di telinga Barat kontemporer, nama-nama ini bisa terdengar aneh dan tidak selalu secara tepat. Kenyataan ini sendiri merupakan problem riil psikologikal, kendati terselubung.

Karena tidak adanya suatu standar untuk Sufisme, peneliti boleh jadi kembali ke kata Sufi itu sendiri, dan menemukan bahwa kata itu sudah umum dipakai sekitar seribuan tahun yang lalu, baik di Timur Dekat maupun Eropa Barat.

Dan kata itu tetap digunakan secara umum, untuk menggambarkan terutama hasil terbaik dari gagasan-gagasan dan praktik-praktik tertentu, sama sekali tidak terbatas dengan apa yang secara konvensional dinamakan 'religius'.

Ia akan menemukan banyak definisi untuk kata tersebut, tetapi masalahnya sekarang terbalik, sebagai gantinya muncul pertentangan bukan sekadar tidak adanya abad keemasan (Sufi) semata, ia pun memperoleh begitu banyak deskripsi tentang Sufi, barangkali sebanyak yang tidak diketahuinya sama sekali.

Menurut beberapa penulis, dan mereka dalam jumlah yang besar, Sufi dapat dilacak pada kata Arab, dilafalkan shuuf, yang secara harfiah berarti wool, menunjuk pada bahan yang digunakan untuk jubah sederhana para mistikus Muslim awal.

Lebih jauh dinyatakan, pembuatan wool ini merupakan peniruan pakaian orang-orang Kristen yang banyak tinggal di daerah padang pasir Suriah dan Mesir, serta di tempat lain di Timur Dekat dan Timur Tengah.

Tetapi definisi ini—mungkin saja muncul penalaran yang masuk akal—tidak akan memecahkan persoalan kita tentang nama dan lebih-lebih mengenai gagasan yang terkandang dalam Sufisme.

Bagaimanapun, sama pentingnya para penyusun kamus lain menekankan bahwa wool adalah jubah (pakaian) 'binatang' dan menegaskan kalau sasaran Sufi adalah menuju pada kesempurnaan atau kelengkapan pemikiran manusia, bukan sebagai persaingan terhadap sesama; dan bahwa kaum Sufi, dengan kesadaran yang sangat tinggi terhadap simbolisme, tidak akan mengadopsi nama seperti itu.

Lebih lanjut, adalah suatu fakta yang janggal kalau 'Majelis Sahabat' (Ashhab ash-Shafa) secara tradisional dianggap sebagai kaum Sufi di masa Nabi Muhammad SAW. Dikatakan, bahwa mereka telah membentuk diri sendiri ke dalam suatu kelompok esoteris pada tahun 623, dan nama mereka diambil dari kalimat Ashhab ash-Shafa.

sumber : Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat oleh Idries Shah/Media Isnet
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement