REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA - Ramadhan kali ini menjadi tantangan bagi Muslim Bulgaria. Serangan mematikan yang menewaskan lima wisatawan Israel di Bulgaria, membuat muslim menjadi target pemberitaan media massa.
Mufti Bulgaria, Mustafa Hadzhi meminta Muslim Bulgaria untuk tidak terpengaruh dengan pemberitaan media massa. Ia memastikan muslim tidak terlibat dengan serangan itu. "Kami sangat khawatir dengan kondisi ini. Apalagi muslim tengah menjalani ibadah puasa, sementara media menekan mereka," papar dia seperti dikutip Sofia News Agency, Kamis (26/7).
Setidaknya enam orang, termasuk lima wisatawan Israel tewas ketika bom bunuh diri meledakan sebuah bus di bandara Burgas, kota Black Sea, Bulgaria, Rabu pekan lalu. Di antara mereka yang tewas dalam serangan itu adalah sopir bus, Mustafa Kisyov, yang merupakan Muslim. Israel sendiri telah menuduh Iran dan Hizbullah sebagai kelompok dibalik serangan itu.
Mufti Hadzhi mengatakan muslim Bulgaria telah menjadi korban moral dari masyarakat dan media melalui sindiran manipulatif yang bias. "Ini membingungkan mengapa pemerintah, politisi, tokoh masyarakat dan akademisi tidak pernah menyatakan kebenaran. Ini bentuk ketidakadilan lainnya," papar dia.
Ia menegaskan bom bunuh diri tidak sesuai dengan ajaran Islam. "Terlepas dari apapun tujuannya, membunuh orang tidak berdosa dilarang dalam Islam," kata dia. Pernyataan Mufti sekaligus mengulangi pernyataan ulama dan cendikiawan sebelumnya yang berulangkali mengutuk terorisme.
Muslim Bulgaria membentuk 12 persen dari 7.6 juta populasi. Mereka sebagian besar merupakan keturunan Turki ketika Bulgaria menjadi bagian dari Ustmani. Sejauh ini, kehidupan beragama di Bulgaria cukup baik. Muslim telah hidup bersama penganut Kristen Ortodoks selama berabad-abad dengan harmonis.