REPUBLIKA.CO.ID, Kebingungannya tidaklah berjalan lama, karena jiwa yang tulus selalu menemukan jalan keluar bagi penyelesaiannya. Keberanian Umair segera muncul. Apa pun yang terjadi ia harus berbuat.
Ia pun segera menemui Jullas seraya berkata, “Demi Allah, hai Jullas! Engkau adalah orang yang paling kucintai, dan yang paling banyak berjasa kepadaku, dan yang paling tidak kusukai akan ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan.”
“Engkau telah melontarkan ucapan, seandainya ucapan itu kusebarkan dan sumbernya daripadamu, niscaya akan menyakitkan hatimu. Tetapi seandainya kubiarkan, tentulah agamaku akan tercemar. Padahal hak agama itu lebih utama ditunaikan. Dari itu aku akan menyampaikan apa yang kudengar kepada Rasulullah!”
Demikianlah, Umair telah memenuhi keinginan hatinya yang saleh secara sempurna. Pertama, ia telah menunaikan hak majelis sesuai dengan amanat, dan dengan kebesaran jiwanya membebaskan diri dari berperan sebagai orang yang mendengarkan kata orang lalu menyampaikannya kepada orang lain.
Kedua, ia telah menunaikan hak agamanya yaitu dengan menyingkapkan sifat kemunafikan yang meragukan. Ketiga, ia telah memberi kesempatan kepada Jullas untuk kembali dari kesalahan dan memohon ampun kepada Allah atas kekeliruannya.
Ketika secara terus terang dikatakan kepada Jullas, bahwa persoalan ini akan disampaikannya kepada Rasulullah ampun, maka hati Umair akan lega karena tak perlu lagi meneruskannya kepada Rasulullah.
Tetapi, rupanya Jullas telah dipengaruhi betul oleh rasa sombong dengan dosanya itu. Tidak ada perasaan menyesal sedikit pun atau keinginan untuk bertobat. Hingga terpaksalah Umair meninggalkannya seraya berkata, “Akan kusampaikan kepada Rasulullah sebelum Tuhan menurunkan wahyu yang melibatkan diriku dengan dosamu!”
Begitu mendapat laporan dari Umair, Rasulullah mengirimkan orang mencari Jullas. Ketika dihadapkan kepada Rasulullah, Jullas mengingkari ucapannya. Bahkan, ia mengangkat sumpah palsu atas nama Allah.
Lalu, turunlah ayat Al-Qur’an yang memisahkan antara yang hak dengan yang bathil. Allah berfirman, “Mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidah mengatakan sesuatu (yang menyakitkan hatimu). Padahal mereka telah mengucapkan kata-kata kufur, dan mereka telah kafir sesudah Islam, serta mereka mencita-citakan sesuatu yang tak dapat mereka capai."
"Dan tak ada yang menimbulkan dendam kemarahan mereka hanyalah lantaran Allah dan Rasul-Nya telah menjadikan mereka berkecukupan disebabkan karunia-Nya. Seandainya mereka bertaubat, maka itulah yang terlebih baik bagi mereka, dan seandainya mereka berpaling, Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di dunia dan ahhirat. Mereka tidak akan mempunyai pembela maupun penolong di muka bumi.” (QS. At-Taubah: 74)