Selasa 19 Jun 2012 09:18 WIB

Implikasi Ketakterbandingan dan Keserupaan (1)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

"Tidakkah kalian perhatikan bagaimana Allah menundukkan bagi kalian segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi?" (QS. Luqman: 20).

Dalam artikel terdahulu digambarkan para mutakallimin menekankan ketakterbandingan (incomparability) sedangkan kalangan sufi menekankan keserupaan dalam ketakterbandingan-Nya dan tak bisa dibandingkan dalam keserupan-Nya (incomparability in similarity). Keduanya masing-masing beralasan demi untuk menyucikan keesaan Allah SWT.

Kedua pandangan di atas mengimplikasikan pola relasi antara hamba dan Allah SWT. Bagi para mutakallimin, yang lebih menekankan aspek ketakterbandingan Allah SWT, mengesankan Allah SWT sebagai Tuhan Yang Mahaesa, Mahaperkasa, Mahabesar, Mahaagung, Mahakuasa terhadap segala perbuatannya, Mahajauh dari keserupaan dan keterbandingan dengan makhluk-Nya.

Hubungan hamba dengan Allah SWT bagaikan Raja Yang Mahakuasa dengan para hamba yang tak memiliki daya apa-apa. Hamba adalah betul-betul hamba yang tunduk, takluk, dan harus taat terhadap segala kehendak Allah Yang Mahakuasa.

Keselamatan hamba tergantung hubungan hamba dengan Tuhannya. Ketaatan hamba terhadap Tuhannya melalui konsep syariah, yang di dalamnya terdapat perintah dan larangan sangat menentukan.

Dalam perspektif Taoism, pandangan mutakallimin bagaikan melihat manusia sebagai Yin dalam berbagai dimensi. Kualitas yang sangat diharapkan manusia ialah tunduk dan taat (Islam) pada kehendak Allah SWT. Relasi manusia dengan Tuhannya bagaikan sang raja dengan budak.

Kebaikan budak ditentukan oleh ketaatan dan pengabdiannya kepada sang raja. Manusia sebagai hamba harus mematuhi syariah untuk memperoleh keselamatan dunia-akhirat. Hal ini juga ditegaskan dalam Alquran, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Syariah lebih menekankan aspek yang dalam diri Allah SWT, yang otoritatif dan berkuasa. Manusia harus memelihara relasi kehambaan terhadap-Nya jika ia ingin selamat. Tidak ada jalan keselamatan selain syariah karena itu syariah menjadi aspek lebih penting di atas segala-galanya bagi manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement