Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Hal yang sangat pokok di dalam membicarakan topik ini ialah Allah SWT dan kosmos atau alam raya. Keberadaan kosmos bergantung pada Allah SWT. Berbagai dimensi di dalam kosmos juga bergantung pada Allah SWT.
Tegasnya, semua realitas alam bergantung pada-Nya. Namun sebaliknya, Allah SWT "tidak bergantung pada kosmos" (QS. 3: 97). Dia adalah Tuhan Yang Mahaesa, "Tidak ada Tuhan selain Dia" (QS. 2: 255). "Tak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya" (QS. 42: 11), "Segala sesuatu bakal musnah selain wajah-Nya" (QS. 28: 88).
Preposisi ayat ini menggambarkan Allah SWT sebagai Zat yang tak terbandingkan (incomparability). Namun, tidak bisa dimungkiri juga terdapat sejumlah ayat yang seolah-olah mengisyaratkan antropomorfisme, seperti ayat tentang "Tangan Tuhan", "Mata Tuhan", dan "Wajah Tuhan".
Lebih khusus lagi ketika kita berbicara tentang sifat-sifat dan asma Allah SWT. Alquran juga berbicara banyak tentang kedekatan dan keserupaan (comparability), seperti Allah SWT menyatakan Dia "senantiasa bersamamu di mana saja kamu berada" (QS. 57:4), Dia "lebih dekat kepada dirimu ketimbang urat lehermu sendiri" (QS. 50:16), "Ke manapun kamu berpaling di situ wajah Allah" (QS. Al-Baqarah: 115).
Dari kedua preposisi ayat di atas Allah SWT melukiskan diri-Nya tidak hanya menekankan ketakterbandingan dan ketidakberartian manusia, melainkan juga melukiskan kedekatan dan keserupaan diri-Nya. Dengan kata lain, Allah SWT tidak hanya menggambarkan ketakterjangkauan diri-Nya oleh makhluk-Nya melainkan juga menggambarkan kedekatan dan kemurahan diri-Nya.
Kedua konsep itu melahirkan dua aliran pemikiran teologi dalam Islam, yaitu golongan yang menegaskan keesaan Allah SWT, yang diwakili oleh para mutakallimin (teolog) dan golongan yang menekankan kedekatan dan keserupaan Allah SWT dengan kosmos, khususnya mikrokosmos (manusia), yang diwakili oleh kalangan sufi.
Para mutakallimin bersikukuh menegaskan keesaan Allah SWT sebagai Zat Yang Maha Takterbandingkan. Hingga ketika memahami ayat-ayat yang bercorak antropomorfis pun ditakwil secara rasional demi mengukuhkan ketakterbandingan dan ketidakserupaan Allah SWT.
Misalnya, "Tangan Tuhan" ditakwilkan dengan "Kekuasaan Tuhan", "Mata Tuhan" ditakwilkan dengan "Pengawasan Tuhan", dan "Wajah Tuhan" ditakwilkan "Kekuasaan Tuhan". Para mutakallimin tidak memberikan peluang sedikit pun untuk keterbandingan dan keserupaan Allah SWT dengan makhluk-Nya.




