Ahad 17 Jun 2012 15:55 WIB

Bersahabat dengan Non-Muslim, Bolehkah?

Bersalaman. Ilustrasi
Foto: .
Bersalaman. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb

Ustaz, saya berteman dengan orang Nasrani, kebetulan kami teman sekerja. Kedekatan kami bermula sejak dia sering bermalam di rumah saya karena suaminya sering pergi. Terkadang, kami sering memberi. Terkadang pula, anak saya main di rumahnya dan makan bersama dia. Dan, saat ini saya meminta bantuan yang amat penting kepada mereka. Bagaimana kedekatan ini menurut Islam?

Hamba Allah

Waalaikumussalam wr wb

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS al-Mumtahanah [60]:8). Islam adalah agama damai dan membawa kesalamatan, sebagaimana peran Rasulullah yang merupakan rahmat bagi semesta.

Pada dasarnya, Allah SWT mencintai dan memerintahkan umat-Nya ber buat baik dan berlaku adil kepada orang kafir yang tidak memerangi dan mengusir umat Islam dari tempat tinggalnya. Begitu pula sebaliknya, tidak dilarang bagi umat Islam menerima hadiah dan bantuan pertolongan dari mereka. Islam juga tidak melarang umatnya bersahabat dengan orang kafir.

Yang ditekankan Islam dalam persahabatan dengan orang kafir adalah tidak menjadikan mereka orang terdekat yang dicintai dan tidak menjadikan mereka orang kepercayaan yang melebihi Mukmin. Dalam hal ini, ada beberapa pesan Rasulullah yang harus dicamkan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Seseorang itu dilihat dari agama sahabatnya, maka hendaklah kamu memerhatikan siapa yang menjadi sahabatmu.” (HR Abu Daud). Dalam psikologi sosial, peran sahabat sangatlah besar dalam memengaruhi keyakinan sahabatnya. Karena itulah, Rasulullah mewantiwanti umatnya agar jangan terjebak kebaikan orang kafir, hingga kemudian menyebabkan dia tak mampu berlaku jernih dalam menjalankan keyakinannya.

Rasul juga berwasiat agar umatnya memprioritaskan orang beriman untuk dijadikan teman dekat dan kepercayaan serta mewasiatkan agar kriteria keimanan dan ketakwaan harus selalu dijadikan standar menjalani kehidupan.

Diriwayatkan dari Abu Sai’d dari Nabi bahwa Beliau bersabda, “Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang yang beriman dan janganlah ada yang memakan ma kananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR Tirmizi dan Abu Daud). Lebih jauh lagi, Allah meng ingatkan hamba-Nya memilih orang yang patut atau tidak patut untuk dicintai.

Allah berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling ber kasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudarasaudara ataupun keluarga mereka.

Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan, dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang me ngalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS al-Mujadalah [58]:22).

Ustaz Bachtiar Nasir

sumber : konsultasi agama Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement