Kamis 14 Jun 2012 20:39 WIB

Zat Tuhan (2)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Makhluk Tuhan bagi kalangan sufi dianggap sebagai jauhar atau aradh yang memanifestasikan substansi Tuhan (lihat artikel sebelumnya tentang jauhar dan aradh).

Dengan demikian, wilayah perbatasan antara Khalik dan makhluk menjadi tidak jelas. Satu sisi tidak bisa dipisahkan karena satu substansi yang lainnya manifestasi, tetapi pada sisi lain diakui antara Sang Khalik tidak identik dengan makhluknya, meskipun tidak dapat dipisahkan. Karena itu, Ibnu Arabi tidak menggunakan istilah Al-Khaliq dan al-makhluk tetapi Al-Haq dan al-khalq.

Para sufi lebih menekankan aspek imanensi Tuhan. Tuhan tidak lain adalah Sang Substansi makhluk itu sendiri. Wujud makhluk berupa alam raya adalah refleksi atau madzhar dari hakikat wujud (al-Haqiqah al-Wujud).

Antara madzhar dan al- Haqiqah al-Wujud bisa dianggap sebagai satu kesatuan (tauhid) yang tak terpisahkan, namun sulit juga dimengerti jika dikatakan antara keduanya identik. Mungkin hubungan ini kurang tepat disebut dualitas, tetapi polaritas atau dua dimensi komplementer dari realitas tunggal.

Kalangan teosofi seperti Ibnu Arabi selalu berusaha mengelaborasi pendapat teolog dan sufi dengan konsep dualitas Ilahi (the duality of God). Ibarat selembar kertas yang sebelah sisinya berisi catatan dan sisi sebelahnya kosong.

Sebelah sisi yang kosong itulah disebut dengan rahasia dari segala rahasia (sir al-asrar) yang oleh kalangan sufi sering diistilahkan dengan Ahadiyah, sedangkan sisi sebelahnya yang berisi tulisan disebut dengan Wahidiyah. Ibarat sebuah mata uang, kedua sisinya berbeda tetapi tetap satu. Penyatuan antara keduanya justru itulah yang hakikat tauhid.

Sehubungan dengan ini, menarik diperhatikan apa yang dilukiskan oleh Khwaja Abdullah An-shari (w 481 H/1089 M), “Tak seorang pun menegaskan Keesaan Zat Mahaesa, sebab semua orang yang menegaskan-Nya sesungguhnya mengingkari-Nya. Tauhid orang yang melukiskan-Nya hanyalah pinjaman, tidak diterima oleh Zat Mahaesa. Membayangkan Tauhid atas diri-Nya sendiri adalah tauhid yang sesat.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement