Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur rohani atau lahut atau malakut, yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Unsur ketiga ini merupakan proses terakhir dan sekaligus merupakan penyempurnaan substansi manusia sebagaimana ditegaskan di dalam beberapa ayat, seperti dalam QS. Al-Hijr: 28-29.
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud."
Dalam kitab-kitab tafsir Syiah dan umumnya para sufi secara terus terang mengatakan bahwa roh yang ada di dalam diri Adam, 'wa nafakhtu fihi min ruhi atau 'kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku' (QS. Al-Hijr: 29), yaitu roh dari Tuhan.
Karena itu, setelah penciptaan unsur ketiga ini selesai, para makhluk lain termasuk para malaikat dan jin bersujud kepadanya dan alam raya pun ditundukkan (taskhir) kepada Adam. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas manusia sebagai khalifah (representatif) Tuhan di bumi (QS. Al-An'am: 165) di samping sebagai hamba (QS. Az-Zariyat: 56).
Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis karena hanya makhluk ini yang bisa turun-naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik atau ahsan taqwim (QS. At-Tin: 4), ia tidak mustahil akan turun ke derajat paling rendah atau asfala safilin (QS. At-Tin: 5), bahkan bisa lebih rendah daripada binatang (QS. Al-A'raf: 179).
Eksistensi kesempurnaan manusia dapat dicapai manakala ia mampu menyinergikan secara seimbang potensi kecerdasan yang dimilikinya, yaitu kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsani (EQ), dan kecerdasan ruhani (SI).
SI sebagai kecerdasan ketiga
Penyebutan ketiga di sini bukan berarti the third level sehingga urgensinya sekunder. Akan tetapi, penyebutan kecerdasan ketiga sebagai kecerdasan puncak. Kecerdasan spiritual menjadi salah satu wacana yang mulai mencuat akhir-akhir ini. Wacana ini muncul seolah-olah kelanjutan dari wacana yang pernah dipopulerkan oleh Daniel Goleman dengan Emotional Intelligence-nya.
Kini sudah mulai bermunculan karya-karya baru tentang kecerdasan ketiga ini dengan metode pembahasan yang berbeda-beda. Yang lebih menarik lagi karena buku-buku ini muncul di dunia Barat. Apakah ini pertanda bahwa Barat kini sudah mulai melakukan reorientasi pandangan hidup atau karena sedang terjadi suatu krisis di Barat?




