Ahad 03 Jun 2012 19:14 WIB

Thomas Djamaluddin: Jangan Ada Dikotomi antara Sains dan Islam (Bag 3)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Heri Ruslan
Foto Planet Mars diambil dari Spirit Rover milik NASA (Ilustrasi
Foto: NASA
Foto Planet Mars diambil dari Spirit Rover milik NASA (Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Berbicara tentang evolusi, dapatkah kita katakan bahwa ia juga terjadi dalam pemikiran para ilmuan dan juga mufassir Alquran?

Ya. Pemikiran ulama berevolusi, sehingga ada pergeseran dalam memaknai atau menafsirkan Alquran, sesuai dengan perkembangan yang ada. Konsep tentang sab’a samaawaat atau “tujuh langit”, misalnya, dulu dimaknai secara geosentris. Yakni sesuai posisi langit atau benda langit dari bumi. Sehingga dahulu dikatakan bahwa bulan adalah langit pertama, planet Merkuri langit kedua, Venus ketiga, matahari keempat, disusul Mars, Jupiter, dan Saturnus.

Sedangkan konsep yang sekarang memaknai samawaat sebagai galaksi, sehingga mengarah pada langit yang tak terbatas. Hal itu merujuk pada kata sab’a (tujuh) yang dalam banyak ayat Alquran lainnya banyak digunakan untuk merujuk atau mengibaratkan sesuatu yang tak terhingga. Nah, inilah evolusi yang terjadi dalam dunia pemikiran.

Melihat kesinkronan antara nash-nash Islam dan sains dalam persoalan penciptaan alam semesta ini, apakah berarti keduanya sejajar?

Alquran dan ilmu pengetahuan adalah dua hal dengan domain berbeda. Alquran adalah satu hal yang mutlak dan tidak perlu diragukan kebenarannya. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan hasil pemikiran manusia, yang didasarkan atas bukti-bukti yang dapat diamati, dengan kebenaran yang relatif.

Keduanya dapat dipersatukan dalam konteks tafsir. Karena itu, seperti saya katakan di muka, kita tidak boleh mengatakan bahwa temuan x sesuai dengan ayat  x, ataupun sebaliknya. Pengetahuan bukan untuk dicocokkan dengan Alquran, melainkan hanya untuk menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement