Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Dalam artikel terdahulu dibahas dua kutub pemikiran yang secara tangguh mempertahankan pendapatnya masing-masing. Mereka adalah kelompok mutakallimin atau teolog yang bersiteguh pada kualitas tanzih, yaitu ketakterbandingan Tuhan dengan keseluruhan makhluknya.
Sebaliknya, kelompok para sufi dengan penuh percaya diri mempertahankan kualitas tasybih, yaitu pemikiran yang lebih menekankan aspek keserupaan Tuhan dengan makhluk-Nya. Mereka semua merasa didukung oleh ayat dan hadis serta pengamalan para sahabat.
Ibnu Arabi datang dengan menawarkan konsep penggabungan kualitas al-tanzih wa al-tasybih, yang dihimpun dalam suatu pernyataan "Huwa la Huwa", artinya Dia dan bukan Dia. Ungkapan pendek dan sederhana ini mampu mewadahi sebuah ilmu besar dan sekaligus menjembatani ketegangan konseptual antara teolog dan para sufi.
Cara Ibnu Arabi memadukan kedua konsep ini adalah dengan menghubungkan aspek tanzih kepada dzat Tuhan dan konsep tasybih dihubungkan dengan sifat Tuhan. Dilihat dari segi dzat-Nya, Tuhan sama sekali berbeda dengan makhluk-Nya. Ia masuk kategori puncak rahasia (sir al-asrar/sacred of the sacred).
Tuhan tak dapat dibandingkan (incomparability) dengan apa pun dan siapa pun. Kalau dilihat dari segi nama-nama (asma) dan sifat-Nya, Tuhan memiliki keserupaan (comparability) dengan makhluk-Nya. Alam yang secara kebahasaan mempunyai kesamaan dengan ayat yang artinya 'tanda' menginformasikan keberadaan Tuhan.
Alam atau kosmos adalah lokus pengejawantahan diri Tuhan dan sekaligus sebagai lokus penampakan asma dan sifat-sifat Tuhan. Di sinilah kekhususan konsep al-tanzih wa al-tasybih Ibnu Arabi. Ia tidak sependapat dengan para teolog yang lebih menekankan aspek tanzih dan menafikan aspek tasybih.
Sebab bagaimanapun, sulit diingkari secara logika bahwa Tuhan dengan makhluk-Nya seperti alam raya dan manusia tidak bisa dipisahkan dengan manusia. Memisahkan antara keduanya bertentangan dengan nash Alquran seperti, "Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4).
Surah lainnya menyebutkan, "Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16). Lalu, ada pula surah yang menyatakan, "Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah.” (QS. Al-Baqarah: 115).