Jumat 25 May 2012 19:06 WIB

Muslim AS Keluhkan Biaya Pemakaman

Rep: Agung Sasongko/ Red: Yudha Manggala P Putra
Krisis Lahan Makam. Kota Bekasi saat ini sedang dilanda krisis lahan pemakaman.
Krisis Lahan Makam. Kota Bekasi saat ini sedang dilanda krisis lahan pemakaman.

REPUBLIKA.CO.ID, ST LOUIS - Keluarga Imdad begitu terpukul setelah kematian anak mereka karena kanker. Mereka semakin terpukul ketika sulit melaksanakan ritual Islam saat mengurusi jenazah anak mereka.

Salah seorang keluarga Imdad, Adil Imdad, selanjutnya terkejut dengan mahalnya biaya pemakaman. Insinyur lingkungan dan geoteknik di St Louis ini menemukan fakta bahwa keluarga-keluarga Muslim, yang kebanyakan imigran dan pengungsi diwajibkan membayar 5000 dolar dan 7000 dolar Amerika untuk layanan pemakaman.

"Secara umum, komunitas Muslim terus berkembang. Tapi ada hal dimana kita masih berada dibelakang," kata dia seperti dikutip washingtonpost.com, Jum'at (25/5). Beruntung, Imdad dibantu oleh komunitas Muslim di Kansas City, Colombia dan Jefferson City. Mereka membantu mengurusi jenazah sepupu Imdad. 

Populasi Muslim di ST. Louis naik 74 persen dalam satu dekade terakhir. Naiknya, populasi muslim tentu juga berdampak pada permintaan lahan pemakaman. Selama ini, Muslim tidak memiliki lahan pemakaman sendiri. Sekalipun ada, luasnya terlalu kecil. 

Jay Hardy, pemilik Rumah Pemakaman Jay Smith B. di Maplewood, Mo, dan Fenton, Mo, mengatakan pada tahun 1970, ia menangani satu atau dua pemakaman Muslim dalam setahun. Hari ini, klien yang ia tangani meningkat drastis.

Imam Enver Kunic dari Islamic Center Bosnia mengatakan naiknya populasi muslim membuat komunitas Muslim harus membeli sebidang tanah. Pihaknya sendiri, telah membeli sebidang tanah pada tahun 1990, sehingga akhirnya Muslim memiliki pemakaman sendiri. "Biaya pemakaman umum begitu tinggi. Kami harus memberikan alternatif lain kepada komunitas muslim," kata dia.

Gary Laderman, seorang ahli tradisi pemakaman Amerika di Emory University, Atlanta, mengatakan pada paruh kedua abad ke-19, industri pemakaman mulai tumbuh setelah perang saudara. Masyarakat Yahudi Amerika merupakan yang pertama membangun pemakaman khusus Yahudi.

"Mereka tentu ingin memastikan keluarga atau kerabat lain dikuburkan dengan tradisi Yahudi," katanya.

Hadry menambahkan berbeda dengan tradisi Kristen, umat Islam dan Yahudi memiliki banyak syarat yang harus dipenuhi sebelum proses pemakaman. Mereka melarang pembaleseman. Jenazah harus dikuburkan dalam waktu 24 jam. "Karenanya, sulit sekali untuk melayani mereka," kata Hardy.

Mufti Asif Umar, seorang imam setempat, mengatakan komunitas muslim perlu melakukan langkah serupa yang dilakukan umat Yahudi untuk mengatasi permasalahan pemakaman. Sebab, tidak semua muslim mampu membayar biaya pemakaman yang begitu tinggi. Tentunya, pihak keluarga juga menginginkan pelaksanaan ritual Islam dalam proses pemakaman. 

"Kami tentu memanfaatkan kolektivitas dalam komunitas untuk mulai memikirkan kebutuhan akan lahan pemakaman," kata dia.

Mohammed Hussein, salah seorang muslim asal Washington menilai adalah wajib bagi seorang muslim untuk mempraktekan ritual agama terkait dengan kematian. Di negara-negara Islam, kematian dan penguburan merupakan bagian dari ritual agama, sementara di AS kematian dan penguburan adalah masalah bisnis.  "Secara alami hal itu terjadi di AS," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement