REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edy Supriatna Sjafei/Antara
Alhamdulillah, calon jamaah haji atau Calhaj asal Aceh selalu diperlakukan seperti anak emas oleh seluruh para pemangku kepentingan dari daerah ini.
"Sebab, Calhaj merupakan tamu Allah yang mesti mendapat pelayanan istimewa," kata Kakanwil Kemenag Aceh H Ibnu Sa'dan.
Wujud dari perlakuan istimewa itu terlihat ketika Calhaj mendapat kemudahan dalam transportasi pemberangkatan baik dari daerah asal, seperti di tingkat kabupaten terjauh maupun kota, sehingga seluruh Calhaj sampai di asrama haji dan embarkasi Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh, diperlakukan secara baik.
"Tanpa ada komando, seluruh komponen membantu Calhaj dalam berbagai hal yang menyangkut urusan haji," kata Ibnu.
Ia menuturkan, penyelenggaraan haji yang merupakan tugas nasional, bagi masyarakat Aceh dijadikan momen penting untuk meningkatkan kesalehan sosial yang diwujudkan memberikan bantuan secara maksimal.
Terlebih Calhaj, dalam keyakinan masyarakat setempat, merupakan tamu Allah yang didalamnya terkandung pesan moral dan ukuwah Islamiyah.Karena itu, tidak heran posisi Kementerian Agama di Aceh menjadi demikian penting dan strategis.
Sebab, instansi vertikal itu memiliki kedekatan secara emosional dengan ulama, warga dan tokoh pemerintahan. Kendati begitu, penyelenggaraan ibadah haji diharapkan pelayanannya semakin baik, katanya.
Terkait hal itu, pemerintah tingkat dua di seluruh Aceh dengan dukungan dewan perwakilan daerah masing-masing mengalokasikan dana transportasi lokal bagi keberangkatan dan pemulangan Calhaj.
Besarannya memang bervariasi, tetapi cukup membantu kelancaran pemulangan dan keberangkatan, katanya tanpa menyebut angka. Pada musim haji 2012, lanjut Ibnu, pihaknya pun selain memberikan bantuan transportasi lokal juga membantu kelengakapan baju seragam bercirikan khas Aceh.
Hal ini tentu sangat menggembirakan kendati dari tahun ke tahun jumlah Calhaj yang masuk daftar tunggu (waiting list) sudah mencapai 47 ribu orang. Diperkirakan, perlu waktu 11 tahun antri untuk menunaikan ibadah haji.
Jumlah jemaah haji asal Aceh pada 2011 lalu sebanyak 4.900 orang dan karena itu pihaknya berharap Kementerian Agama melalui Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) dapat menambah besaran quota haji di Aceh. "Antrian sudah cukup panjang," ia menjelaskan.
Baitul Asyi
Terkait Calhaj Aceh setiap tahun mendapat Baitul Asyi di Makkah, ia mengakui bahwa dana yang diterima jemaah haji asal Aceh sangat membantu ketika berada di tanah suci itu. Utamanya untuk biaya hidup (living cost) selama melaksanakan ibadah.
Baitul Asyi adalah keuntungan dana pemondokan yang dinvestasikan oleh seorang asal Aceh, Habib Buga. Riwayat Baitul Asyi cukup panjang. Pendek cerita, sekitar 200 tahun silam, tanah Habib Buga dekat Masjidil Haram, Mekkah, digusur dan mendapat ganti untung.
Uang ganti keuntungan sebagai akibat perluasan Masjidil Haram tersebut kemudian diinvestasikan dalam bentuk hotel atau pemondokan. Keuntungannya terus berkembang dan sebagian dari keuntungan tersebut, sesuai wasiat Habib Buga, diwakafkan kepada warga Aceh dan sebagian dari Malaysia.
Sebagian dana ganti untung itu selain diinvestasikan untuk pondokan atau hotel juga sebagian lagi dimasukkan ke Bank Al Raji, bank milik pemerintah setempat.
Jadi, tak heran jika seluruh jemaah Aceh yang lewat embarkasi Aceh, mendapat dana wakaf sebesar 1.200 real per kepala pada musim haji lalu. Besarannya tiap tahun berubah-ubah.
Jika jumlah Calhaj Aceh 4900 orang, tentu sungguh besar dana yang dikeluarkan melalui Baitul Asyi. Dewasa ini, lembaga yang mengurus Baitul Asyi diurus oleh warga Aceh yang masih memiliki garis keturunan dengan Habib Buga.
Untuk hal ini, pemerintah Arab Saudi telah melegalkan lembaga tersebut. "Itu telah menjadi lembaga resmi yang mengurusi wakaf," kata Kabid Haji Kemenag Aceh, Daud.
Mengingat persoalan mendapatkan pemondokan haji tiap tahun menjadi makin sulit, ada pemikiran ke depan bahwa untuk Calhaj asal Aceh bisa mengurus sendiri.
Terlebih lagi lembaga yang mengurusi Baitul Asyi itu kini tengah membangun hotel baru. Namun persoalannya, apakah bisa karena penyelenggaraan haji menurut UU No.13 tahun 2008 merupakan tugas nasional.
"Kewajiban pemerintah menyelesaikan hal ini," kata Wamenag Nasaruddin Umar. Untuk itu, Nasaruddin Umar berharap agar hal tersebut disikapi hati-hati. Wacana mengurus haji sendiri tentu memiliki implikasi sendiri.