Selasa 24 Apr 2012 06:13 WIB

Jiwa dan Raga

Dzikir Nasional, di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Foto: Republika/Yogi Ardhi Cahyadi
Dzikir Nasional, di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,  Sahabat saya Boim sedang diet karbo. Dari bahasanya, dia paham betul apa masalah yang sedang dihadapinya. Ia mengaku terlalu banyak karbohidrat, jadi agar seimbang hindari nasi, kentang dan sebagainya.

Ada juga Chef Edwin Lau yang sangat piawai dalam meramu masakan sehat dan bergizi. Seluruh informasi dari mulai kandungan vitamin serta gramasinya disebutkan luar kepala sambil mengaduk-ngaduk bumbu.Masya Allah, dia tahu betul makanan apa yang harus masuk ke dalam perutnya.

Sedangkan, Pak Uuy yang juga kakak saya sudah hampir empat bulan mengutak-ngatik sepeda barunya. Maklum, dia perlu performa maksimal dari sepedanya untuk berolahraga menghilangkan lemak dan mencegah kolestrol naik, walaupun pada akhirnya lebih banyak urusan trendy dan gengsinya dari pada sekadar olahraga.

Tante dolly tetangga sebelah ibunya Paul pun selalu berbicara tentang pola makan dan pola hidup sehat. Banyak orang ingin sehat, beberapa ingin memiliki tubuh yang kuat, sebagian lagi ingin tubuh yang perkasa. Dan memang kebanyakan orang tahu betul cara merawat tubuh, agar tetap fit, mencegah datangnya penyakit.

Tetapi bagaimana dengan jiwa da ruh? Pernahkah kita membuat hati menjadi fit agar tidak terkena penyakit? Karena belumlah dapat disebut sebagai manusia bila tidak terdiri dari ruh dan jasad atau jiwa dan raga.

 

Urusan-urusan jiwa memang tertinggal di belakang. Seakan-akan manusia hanya terdiri dari daging dan tulang.  Padahal awal-mula penciptaan manusia adalah ruhnya.

Nah, jika raga membutuhkan makanan, begitu pula dengan ruh atau jiwa. Tubuh kita membutuhkan protein, mineral, karbohidrat, vitamin dan lain sebagainya, tidak hanya menu utama tetapi juga suplemen tambahannya.

Begitu pula dengan jiwa, makanannya pun bukan hanya shalat, puasa, atau yang wajib-wajib dalam rukun Islam saja, yang dapat di ilustrasikan sebagai menu utama atau main course. Memperbanyak mendengarkan tausyiah, mengikuti taklim, membaca Alquran, memperbanyak zikir, menegakkan sholat malam, berpuasa sunah dan banyak lagi suplemen-suplemen untuk makanan hati.

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW menyebutkan bahwa; “Iman seorang hamba tidaklah lurus sebelum lurus hatinya. Dan tidaklah lurus hatinya sebelum lurus lisannya.”

Kalau hati seseorang kotor atau berpenyakit, maka imannya menjadi menipis. Sementara kalau hati bersih, atau sehat, maka imannya akan menguat.

Oleh karena itu Mari mulai saat ini kita perhatikan makanan bukan hanya untuk raga tetapi juga bagi jiwa. Kita tambah makanan-makanan “suplemen” jiwa agar menjadi sehat secara menyeluruh dan terintegrasi antara jiwa dan raga, Insya Allah.

Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik disisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)   

Twitter: @erickyusuf

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement