Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Bahkan dalam riwayat, anak-anaknya pun konsisten melahirkan kembar yang berpasangan laki-laki dan perempuan.
Masalah mulai muncul ketika salah seorang putranya, Qabil, tidak puas dengan perempuan yang dijodohkannya dan ia menghendaki perempuan yang dijodohkan dengan Habil, yang wajahnya lebih cantik. Kasus inilah nanti yang berbuntut panjang dalam sejarah kelam anak manusia.
Relasi fungsional sebagai dasar pasangan makhluk makrokosmos patut ditiru oleh makhluk makrokosmos. Ayat yang mengatakan, "Al-rijal qawwamun 'ala al-nisa" (laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan) dan "wa 'ala al-rijal 'alaihinna darajah" (dan bagi laki-laki sederajat di atas perempuan) sebaiknya tidak diartikan secara struktural, yang satu lebih tinggi dan lainnya lebih rendah.
Tetapi diartikan secara fungsional bahwa laki-laki dan perempuan atau suami dan istri masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika bersatu secara utuh, keduanya akan menjadi manusia sejati.
Pasangan makrokosmos betul-betul menampilkan interaksi secara fungsional, satu sama lain saling memerlukan dan saling melengkapi. Interaksi yang utuh dan simetris ini mengingatkan kita kepada konsep uniy (tauhid). Dua sisi dari satu pasangan satu sama lain saling melengkapi.
Harmoni pasangan ini juga mengingatkan kita kepada wajah Allah sebagaimana tergambar dalam 99 nama indah Allah (Al-Asma' Al-Husna). Ada sepasang substansi yang dapat dihimpun di dalamnya, yaitu sifat-sifat jamaliyyah atau ketegaran (struggling/yang) dan sifat-sifat jalaliyyah atau kelembutan (nurturing/yin).
Elaborasi kedua sifat substansial ini adalah lambang kesempurnaan. Jika manusia mampu mengelaborasi kedua sifat-sifat utama ini secara utuh, ia akan menjadi manusia paripurna (insan kamil).
Dari segi ini, makhluk makrokosmos lebih konsisten daripada makhluk mikrokosmos. Jika anak manusia ingin damai, ada baiknya meniru pola relasi gender pasangan makrokosmos.




