Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Dalam perspektif tasawuf, kepasrahan (Islam) kepada Allah SWT merupakan syarat mutlak (sine qua non) yang harus dimiliki siapa pun. Perempuan memiliki potensi syarat mutlak itu.
Perempuan sama dengan bumi, alam raya, yang pasrah (Islam) terhadap ketentuan Tuhan. Inilah yang membuat bumi dan alam raya lainnya tenang karena menerima tanpa reserve terhadap segala ketentuan Ilahi.
Seperti halnya mikrokosmos, langit (al-sama) adalah laki-laki/suami, maka dia muatstsir yang memberi pengaruh, dan bumi (al-ardh) adalah perempuan/istri, maka dia ma'tsur yang menerima pengaruh. Di dalam diri sang ma'tsur itulah terdapat rahim makrokosmos (akan diuraikan dalam artikel mendatang).
Relasi gender pasangan makrokosmos secara umum lebih mirip dengan apa yang digambarkan oleh Ibnu Arabi bahwa relasi gender kosmos (baik makrokosmos maupun mikrokosmos) ialah relasi fungsional, bukannya relasi struktural sebagaimana kesan umum yang tercipta di dalam pasangan mikrokosmos.
Lihatlah, misalnya, bagaimana peran siang (al-nahar) dan malam (al-lail), matahari (al-syams) dan bulan (al-qamar), langit (al-sma) dan bumi (al-ardh), panas (al-harr) dan dingin (al-barr), serta surga (al-jannah) dan neraka (al-nar) saling melengkapi dan membutuhkan satu sama lain. Konon, nama-nama pasangan makrokosmos itu disebutkan dalam jumlah yang sama di dalam Alquran.
Pasangan makrokosmos tidak mengenal poligami atau poliandri. Adam dan Hawa ketika menjadi bagian dari makhluk makrokosmos di surga juga tidak berpoligami atau berpoliandri.
Padahal, apa pun permintaan keduanya di surga sudah barang tentu dipenuhi. Adam dan Hawa tidak pernah terdeteksi dalam kitab suci manapun pernah atau ingin memiliki pasangan lebih dari satu.