Kamis 19 Apr 2012 21:29 WIB

Relasi Gender Makrokosmos (1)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Relasi gender adalah hubungan timbal balik antara satu pasangan dan pasangan lainnya, seperti hubungan antara suami dan istri dalam pasangan mikrokosmos.

Sebagaimana diuraikan dalam artikel terdahulu, semua ciptaan Tuhan secara kodrati berpasang-pasangan (likulli syai' khalaqna az-zaujain), baik manusia yang dikenal sebagai makhluk mikrokosmos maupun makhluk selainnya, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan alam raya yang lazim disebut makhluk makrokosmos.

Relasi gender makhluk mikrokosmos dekade terakhir ini hangat dibicarakan seiring maraknya gerakan feminis yang menuntut kesetaraan dan keadilan gender antara laki-laki dan perempuan, terutama antara suami dan istri.

Kaum feminis menggugat budaya dan teologi karena dinilai merendahkan derajat perempuan, baik sebagai anak, suami, saudara, maupun sebagai ibu. Masyarakat kita dinilai terlalu memberikan peran dominan terhadap kaum laki-laki dengan berbagai alasan. Teologi, budaya, dan sains dijadikan alat dan kekuatan pembenaran untuk melegalkan konsep patriarki, androsentrisme, sampai pada misoginisme.

Secara teologi, laki-laki diunggulkan karena tiga alasan. Pertama, yang pertama kali diciptakan Tuhan ialah Adam. Kedua, disusul penciptaan perempuan dari tulang rusuk Adam. Ketiga, perempuan dianggap paling bertanggung jawab atas terjadinya dosa asal (original sin) dalam drama kosmik karena dianggap penggoda yang menyebabkan anak manusia jatuh dari surga kenikmatan ke bumi penderitaan, meskipun semuanya ini dapat dibantah oleh kaum feminis.

Secara sosial budaya, kaum laki-laki diunggulkan karena dianggap the first sex yang diberi peran lebih besar dan lebih dominan. Sementara kaum perempuan diposisikan sebagai the second sex karena mereka lebih banyak menjadi objek. Perannya lebih banyak dibatasi ke sektor privat dan domestik, sementara kaum laki-laki lebih banyak diberi peran di sektor publik. Akibatnya, terjadilah pembagian kerja secara seksual yang pada gilirannya secara umum merugikan kaum perempuan.

Ironisnya, kaum perempuan dianggap bertransformasi dari mulut buaya ke mulut harimau. Ketika dalam masyarakat primitif dan tradisional-agraris, kaum perempuan diberi peran domestik mengasuh anak. Dan, pada masyarakat modern-industrial, kaum perempuan diposisikan sebagai makhluk reproduktif dan kaum laki-laki sebagai makhluk produktif.

Perempuan terkonsentrasi di sektor hilir dengan segala risiko dan laki-laki di sektor hulu dengan berbagai fasilitas dan keunggulannya. Masyarakat industri menganggap perempuan sebagai makhluk tidak produktif karena terlalu banyak cuti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement