Selasa 17 Apr 2012 10:57 WIB

Perkawinan Makrokosmos (3-habis)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Demikian pula pasangan malam yang dilukiskan sebagai suami dan siang adalah perempuan. Hubungan antara malam dan siang digambarkan dalam kata tagasysya (menutupi). "Dia membuat malam menutupi siang." (QS. Al-A’raf: 54).

Kata tagasysya juga digunakan di dalam Alquran untuk mengungkapkan seorang suami mencampuri istrinya, sebagaimana disebutkan dalam Alquran, “Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan." (QS. Al-A’raf: 189).

Perkawinan tingkat tinggi digambarkan oleh Ibnu Arabi, yaitu ketika mengomentari QS Al-Qalam: 1: “Nun, Demi kalam dan apa yang mereka tulis." Pena (wa al-qalam) digambarkan sebagai suami, laki-laki, akal karena memiliki sifat-sifat maskulin dan lembaran (wa ma yasthurun) sebagai istri, perempuan, jiwa karena memiliki sifat-sifat feminin.

Sang pena (suami) menorehkan tintanya ke dalam lembaran (istri) sebagai pertanda terjadinya perkawinan, maka lahirlah alam raya, yang semula dalam bentuk sebuah titik lalu dari titik itu mengalirlah berbagai macam ciptaan. Ini dihubungkan dengan hadits yang mengatakan bahwa asal usul segala ciptaan berasal dari titik di bawah huruf “ba” pada kata Bismillah.

“Suatu perkawinan supraindrawi yang masuk akal terjadi antara pena dan lembaran itu, dan suatu jejak indrawi yang dapat dilihat. ... jejak yang tersimpan di dalam lembaran itu ialah seperti air mani yang dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam rahim perempuan." Makna-makna yang disimpan di dalam huruf-huruf langit yang menjadi terwujud dari tulisan itu adalah seperti roh-roh dari anak-anak yang tersimpan di dalam badan-badan mereka.

Bagi makhluk makrokosmos, pena adalah ayah dan ibunya adalah lembaran. Bagi makhluk mikrokosmos (manusia), Adam adalah ayah dan ibunya adalah Hawa. Dengan demikian, menurut Ibnu Arabi, pena adalah Adam rohani dan lembaran adalah Hawa rohani dalam kehidupan kosmos.

Perkawinan makrokosmos dapat dijadikan pengantar untuk meyakini kesakralan perkawinan. Di dalam Alquran, perkawinan itu digambarkan sebagai kontrak suci (mitsaqan galidzan/QS An-Nisa’: 21).

Tidak pantas anak manusia mempermainkan janji suci perkawinan itu karena merupakan janji universal alam semesta. Tidak sepantasnya juga kita seenak-enaknya merusak lingkungan alam semesta karena ternyata mereka juga adalah anak yang memiliki ayah dan ibu seperti kita. “Barangsiapa yang tidak menyayangi bumi, maka langit tidak menyayanginya.” (Hadits).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement