Ahad 26 Feb 2012 05:40 WIB

Menelusuri Sejarah Ketatanegaraan Islam (Bag 3-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Heri Ruslan

REPUBLIKA.CO.ID, Sistem monarki

Setelah berakhirnya era kepemimipin Khulafa ar-Rasyidin, Mu'awiyah tampil sebagai khalifah, tanpa melalui prosedur musyawarah, tetapi melalui kemampuan upaya pribadi dan pendukungnya. Ia merintis sistem monarki atau kerajaan dengan jabatan kepala negara yang turun temurun, dimulai dari penunjukkan Yazid, anaknya, sebagai calon penggantinya.

Sistem pemerintahan monarki yang dirintis oleh Mu'awiyah ini terus berlangsung hingga  Dinasti Abbasiyah. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah institusi pemerintahan dikembangkan dan pengaruh asing masuk ke dalam tata pemerintahan umat Islam. Mu'awiyah (pendiri Dinasti Umayyah) banyak memakai pola pemerintahan dari Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur).

Berbagai formalitas dan peraturan protokoler mulai diberlakukan. Jabatan Hajib (kepala protokoler istana) diadakan. Ia bertugas mengatur pertemuan atau audiensi dengan khalifah, baik bagi para pejabat tinggi negara maupun anggota masyarakat atau tamu luar.

Sejak Pemerintahan Dinasti Abbasiyah runtuh pada tahun 1258 setelah dikalahkan dan dihancurkan oleh bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan. Sejak itu, dunia Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh seluruh umat Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement