REPUBLIKA.CO.ID, Selanjutnya, di bagian keempat terdapat pertanyaan menyangkut hadits yang menyatakan hukum makruh bersanggama dengan istri yang dalam kondisi hamil atau menyusui.
Menurut Ibnu Hajar, hukum berhubungan intim ketika dalam kondisi seperti itu hanya sebatas makruh tidak sampai haram.
Hal itu terdapat dalam hadits riwayat Abdullah bin Mas'ud yang dinukil antara lain oleh Abu Daud, Nasai, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim. Semua rawi hadits itu bisa dipercaya, kecuali Abdurrahman.
Sedangkan, pada bagian kelima, ada pertanyaan yang menyangkut tentang makna shalawat yang terdapat pada ayat ke-43 surah Al-Ahzab. Ayat itu mengemukakan Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada Rasulullah. Apa makna shalawat bagi Allah dan arti shalawat untuk malaikat.
Menurut Ibnu Hajar, para ulama berbeda pandangan terkait pengertian shalawat yang ditujukan oleh Allah kepada Muhammad. Namun, pendapat yang kuat mengatakan maknanya yakni rahmat. Artinya, kasih sayang Allah dicurahkan selalu untuk Nabi Muhammad. Perihal shalawat yang disampaikan malaikat kepada Muhammad, berarti pujian dan sanjungan.
Ibnu Hajar, Mufti yang Pakar
Ibnu Hajar memiliki nama lengkap yang cukup panjang, yakni Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad Ahmadil Al-Kannani Al-Asqalani Al-Mishri Asy-Syafi'i.
Berkat keluhuran ilmunya, pada 811 H ia dinobatkan sebagai mufti di Mesir. Jabatan ini disematkan bukan tanpa dasar. Tak lain karena ia terkenal menguasai berbagai bidang ilmu seperti bahasa, ushul fikih, fikih, dan tak terkecuali hadits.
Di bidang hadits, Ibnu Hajar menimba ilmu ke Zainuddin Al-Iraqi. Bahkan secara khusus Al-Iraqi mengamanatkan Ibnu Hajar untuk membuka kelas hadits. Atas kepakarannya di berbagai disiplin ilmu itu, Ibnu Hajar dipercaya untuk memberikan fatwa. Gurunya yang pertama kali mengeluarkan izin fatwa dan pengajaran itu adalah Sirajuddin Al-Bulqini.
Oleh Al-Biqa’i, kepakaran memberikan fatwa itu menuai apresiasi. Menurutnya, fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Ibnu Hajar memberikan pencerahan. Ibarat matahari yang terbit dari ufuk timur. Menurut Quthb Al-Khudairi, fatwa-fatwa yang dikeluarkan Ibnu Hajar dinanti-nanti masyarakat. Kepuasan dan ketenangan mengiringi tiap fatwa yang disampaikannya.
Meskipun Ibnu Hajar tidak secara khusus membukukan fatwa-fatwanya, menurut sang murid, As-Sakhawi, Ibnu Hajar pernah menulis sejumlah kitab fatwa, antara lain Al-Ajwibat al-Musriqat an Asilat al-Mufarraqat, Al-Jawab al-Jalil an-Masalat al-Khalil, dan Al-Ajwibat al-Jaliyyat ala al-Asilat al-Halabiyyat. Tepat pada Sabtu 18 Dzulhijjah 852 H, Ibnu Hajar meninggal dunia usai menunaikan shalat Isya.