Senin 20 Feb 2012 22:15 WIB

Kitab Ajwibat Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani: Mengungkap Fatwa Ibnu Hajar (2)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ibnu Hajar (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Ibnu Hajar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Meskipun terkenal mahir menguasai ilmu agama, itu tak membuatnya malu untuk bertanya kepada sang guru. Di bagian lain kitab ini disertakan pula pertanyaan-pertanyaan Ibnu Hajar kepada gurunya, Al-Hafiz Al-Iraqi.

Hidup Lagi Setelah Mati

Dalam kitab ini, berbagai kumpulan pertanyaan itu dikategorikan menjadi 10 bagian utama. Tiap bagiannya terdiri atas tanya-jawab masing-masing dari penanya, dan jawaban langsung ditulis oleh Ibnu hajar. Sebagai contoh, mengawali paparan di permulaan kitab, di bagian pertama dimuat tentang surat-menyurat antara Ibnu Hajar dan muridnya, Ibnu Munjik Al-Asyrafi, tepatnya pada 10 terakhir Rabiul Awal 830 H.

Pertanyaan berkutat seputar soalan keabsahan berita tentang tujuh makhluk yang hidup kembali setelah mati atas perintah Allah SWT. Ibnu Hajar lantas menjawab pertanyaan itu. Menurutnya, berdasarkan sejumlah data yang dihimpun dari hadits-hadits Nabi SAW, terdapat makhluk yang hidup kembali setelah mati.

Sebagian adalah manusia dan sebagian lainnya adalah hewan. Indikasi hidup kembali itu terlihat lantaran makhluk itu melakukan aktivitas seperti berbicara dengan lisan, melakukan aktivitas fisik ataupun hidup layaknya sesamanya yang masih hidup.

Menurut Ibnu Hajar, tujuh kasus kejadian luar biasa itu masing-masing terangkum di berbagai hadits. Ia mencontohkan, hadits Anas bin Malik tentang seorang pemuda Anshar yang hidup lagi atas permintaan orang tuanya yang renta dan lanjut usia.

Kisah kedua adalah kambing yang memberikan isyarat kepada Nabi Muhammad. Hewan itu memberitahukan kepada Rasulullah untuk tidak memakan dagingnya. Hal ini karena tubuhnya mengandung racun yang dibubuhkan oleh seorang perempuan Yahudi. Kejadian itu terjadi di Khaibar, dan tercatat di riwayat Abu Hurairah.

Ketiga, peristiwa bayi perempuan yang telah dikubur hidup-hidup di sebuah lembah oleh orang tuanya sebelum masuk Islam. Setelah menjadi Muslim, ayahanda si perempuan mengadukan hal itu ke Rasulullah dan menyatakan penyesalannya.

Bersama Rasulullah, sang ayah menuju kuburan anaknya. Rasulullah menyampaikan penyesalan sang ayah di depan makam anaknya. Sang anak menjawab dan menyatakan kerelaannya karena telah memperoleh tempat yang mulia di sisi-Nya.

Keempat adalah kisah sama dengan kasus pertama. Hanya saja, di kasus ini pria yang bersangkutan adalah Ibrahim bin Nabith dari suku Asyja’i. Berbeda dengan laki-laki yang disebutkan sebelumnya, yaitu pria yang berasal dari Anshar saja.      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement