Kamis 19 Jan 2012 09:15 WIB

Prinsip Dasar dan Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah (1)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Menurut uraian KA Nizami dalam Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi (ed. Seyyed Hossein Nasr, 2003), sepanjang sejarahnya, Tarekat Naqsyabandiyah memiliki dua karakteristik menonjol yang menentukan peranan dan pengaruhnya.

Pertama, ketaatan yang ketat dan kuat pada hukum Islam (syariat) dan sunnah Nabi dan kedua, upaya tekun untuk memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama.

Tidak seperti kebanyakan tarekat sufi lainnya, menurut Nizami, Tarekat Naqsyabandiyah tidak menganut kebijakan isolasi diri dalam menghadapi pemerintahan yang tengah berkuasa.

Sebaliknya, tarekat ini gigih melancarkan ikhtiar dalam berbagai kekuatan politik agar dapat mengubah pandangan mereka. "Raja adalah jiwa dan masyarakat adalah tubuh. Jika sang Raja tersesat, rakyat akan ikut tersesat," demikian kutipan pesan yang pernah dikatakan Syeikh Ahmad Sirhindi, dan diterapkan dalam berbagai ikhtiar tersebut.

Berbicara  tentang kebijakan dan ikhtiar Tarekat Naqsyabandiyah tidak terpisahkan dari berbagai ritual ibadah yang mewarnai denyut nadinya. Pada zaman Abu Bakar as-Siddiq hingga zaman Syekh Abu Yazid al-Bistami, saat tarekat ini dikenal dengan nama Shiddiqiyah, amalan khususnya adalah dzikir khafi (dzikir dalam hati).

Ketika dikenal dengan nama Taifuriyah, tarekat ini mengedepankan tema khusus yakni cinta dan makrifat. Periode setelahnya, Khwajahganiyah, Tarekat Naqsyabandiyah diperkuat dengan delapan prinsip asas, yakni yad kard (ingat; senantiasa menyebut nama Allah), baz gasyt (kembali; mengembalikan segalanya pada Allah), dan nigah dasy (waspada; selalu menjaga pikiran dan perasaan).

Prinsip asas selanjutnya adalah yad dasy (mengingat kembali; bahwa segala sesuatu berasal dari Allah), hush dar dam (sadar sewaktu bernafas; menyadari keberadaan Allah dalam setiap hela nafas), nazar bar qadam (menjaga langkah), safar dar watan (melakukan perjalanan di daerah sendiri/batin), dan khalwat dar anjuman (sunyi sepi di tengah keramaian; selalu menyibukkan diri dengan ibadah).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement