REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Indonesia masih belum mampu memroduksi vaksin meningitis halal. Padahal, setiap tahun ada ratusan ribu jamaah umrah dan haji asal Indonesia harus disuntik vaksin meningitis sebelum terbang ke Tanah Suci. Menurut data pada Kedubes Arab Saudi di Indonesia, pada 2010 saja terdapat 310 ribu jamaah umrah dan 211 ribu jamaah haji dari Indonesia yang mengunjungi Ka'bah di Makkah, Arab Saudi.
“Penggunaan vaksin meningitis impor telah 'membuang uang’,” ungkap Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa, Senin (2/1) di Bandung. Kondisi tersebut, kata dia, menjadi ironis, karena Indonesia mendapatkan kuota jemaah haji terbanyak dari Pemerintah Arab Saudi.
Sejak 2010, Indonesia mengimpor vaksin meningitis halal dari produsen vaksin Eropa dan Cina. Harga vaksin meningitis halal impor tersebut diklaim lebih dari tujuh kali lipat vaksin yang dibuat dengan bantuan tripsin babi.
“Biofarma yang telah mengantongi sertifikat prakualifikasi WHO seharusnya bisa melihat besarnya potensi pasar muslim untuk membuat produksi vaksin halal,” ungkap Ledia, saat memberikan konferensi pers terkait penyelenggaraan haji di Jl Surapati, Kota Bandung. Untuk mengurangi anggaran pembelian vaksin meningitis impor, Ledia berharap PT Biofarma bisa memproduksi vaksin meningitis halal.
Ledia mengakui bahwa biaya penelitian vaksin memang mahal. “Biofarma pasti bisa memproduksi vaksin meningitis halal jika berhasil mengembangkan riset,” tuturnya lagi.
Humas Biofarma, N Nurlela yang akrab dipanggil Lala menyatakan, anggaran yang dialokasikan Biofarma untuk penelitian mencapai 100-150 miliar. Walau Biofarma sudah merencanakan penelitian vaksin meningitis, Lala mengakui, produksi vaksin meningitis harus berdasarkan arahan dari WHO. “Sudah dikelola produsen dari negara lain,” ungkap Lala.