REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH--Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, persoalan masih adanya jamaah haji non kuota itu lebih banyak berasal dari masih minimya informasi mengenai pelaksaan haji kepada masyarakat. Soal ini semakin ruwet karena soal haji non kuota tersebut sudah dijadikan komoditas dagang.
‘’Dalam soal haji non kuota, malah saya rasa porsi jamaah ini sudah diperdagangkan,’’kata Marzuki Alie, di Makkah, Senin (31/10).
Selain itu, lanjut Marzuki, karena minimnya informasi haji yang sebenarnya, maka masyarakat menjadi banyak tertipu oleh berbagai biro perjalanan yang memberangkatkannya. Untuk itu sebenarnya sosialisasi bisa menjadi bagian porsi kerja kantor kementerian agama yang tersebar di berbagai daerah.
‘’Masyarakat harus paham bagaimana aturan pergi haji secara benar. Nah, inilah gunanya kantor kementerian agama yang ada di daerah-daerah. Masyarakat di daerah harus juga mendapatkan informasi yang tepat. Jangan sembarang pesan-pesan yang itu akhirnya malah merugikannya,’’ kata Marzuki.
Menurut dia, sampai kini aturan pidana memang susah dikenakan kepada para pengelola biro perjalanan haji non kuota itu. Sanksi hukum dalam hal ini tidak bisa dikenakan karena ini soal delik kejahatan yang dilakukannya adalah pidana khusus.
‘’Jenis kesehatan yang dilakukan para biro perjalanan haji non kuota itu bentuknya penipuan. Ini jelas bukan delik pidana umum. Jadi harus ada yang melaporkan fakta yang sebenarnya. Nah selama ini kan orang malas melaporkan. Kalau tak bisa berangkat sekarang ya mudah-mudahan tahun depan. Kalau mau melaporkan kepada polisi mereka pun takut karena persoalannya malah lebih ruwet,’’ tandasnya.
Disinyalir sampai Senin (31/10) sudah 1.200 orang jamaah haji yang sudah tiba di Makkah. Dan catatan haji setahun sebelumnya jumlah jamaah haji ini mencapai sekitar 3.000 orang. Bahkan ada pihak yang menyatakan jumlah haji non kuota lebih besar lagi, yakni mencapai 6.000 orang per tahun.
Seorang jamaah haji yang terindikasi sebagai jamaah haji non kuota asal Lampung, Alawiyah, mengaku kepergiannya ke tanah suci dilakukan secara memutar, yakni melalui penerbangan Jakarta – Kuala Lumpur, Kuala Lumpur – New Delhi, dan New Delhi – Jeddah. Dia mengaku membayar ongkos naik haji sampai Rp 63 juta.
Sedangkan jamaah haji non kuota lainnya asal Medan, Ibrahim, mengatakan kepergiannya ke tanah suci melalui penerbangan Medan-Kuala Lumpur, Kuala Lumpur Hongkong, dan Hongkong Jeddah. Ongkos naik hajinya mencapai Rp 73 juta.
‘’Saya ini rombongan ONH Plus,’’ kata Ibrahim meski dia tidak tahu atribut identitas resminya selaku jamaah haji seperti gelang, tanda maktab, dan alamat rumah pondokannya selama di Makkah.
Selama di Makkah keberadaan jamaah haji non kuota bisa terindikasi melalui kasus jamaah haji yang tersesat di Masjidil Haram. Lazimnya ketika sadar dirinya tersesat mereka minta bantuan kepada para petugas haji yang ada di sekitar tempat itu. Tapi ketika ditanya mengenai alamat pondokan dan identitas jamaah mereka tak bisa jawab. Mereka terus saja kebingungan ketika ditanya siapa pemimpin dan pihak biro perjalanan yang memberangkatkannya.