REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Penyesuaian kebiasaan hidupp para calon jamaah haji selama tinggal sekitar 42 hari di tanah suci bukanlah hal semudah seperti membalik telapak tangan. Namun diharapkan adaptasi ini bisa cepat dilakukan agar jamaah bisa segera menjalani hidupnya secara lebih nyaman.
‘’Salah satu penyesuaian budaya yang harus bisa segera dilakukan adalah kebiasaan jamaah dalam mengonsumsi air. Mereka kebanyakan tak bisa berhemat sebab air di Indonesia sangat melimpah. Tapi kini menjadi berbeda ketika tinggal di Saudi Arabia, di mana air itu mahal dan terbatas. harga satu liter air lebih mahal dari satu liter bensin ,’’ kata Kepala Daerah Kerja Makkah (Kadaker), Arsyad Hidayat, di Makkah, Senin (10/11).
Asryad mengatakan, kalangan para pemilik rumah di Makkah setiap kali musim haji selalu mengeluhkan konsumsi air jamaah haji asal Indonesia yang menurutnya sudah sangat berlebihan. Mereka mengangap jamaah haji Indonesia layaknya ikan.‘’Itu karena boros air. Setiap kali mandi kalau merasa panas. Jadi konsumsi air menjadi sangat banyak,’’ kata Arsyad.
Menurut Arsyad, sebenarnya petugas haji siap memenuhi semua kebutuhan air jamaah. Tapi harus diingat sarana teknis untuk menyediakan air kadang-kadang tak mudah. Ini karena air yang ada di rumah-rumah jamaah itu kebanyakan air bersih yang dikirim dengan truk-truk tangki air yang besar.
‘’Kalau hari-hari biasa tak masalah. Namun, pada menjelang puncak haji di mana semua jamaah haji dari seluruh dunia berada di Makkah, saat itu mendatangkan air menjadi masalah serius. Bayangkan kalau ada pemondokan airnya habis tapi truk tangkinya tak bisa segera datang karena jalanan macet total. Untuk itu saya tetap mengimbau air harus dihemat,’’ tegasnya.
Karena masih membawa kebiasaan hidup di Indonesia, jamaah haji kerapkali tak memperhitungkan penggunaan air. Mereka kadang berlaku ceroboh dengan membiarkan air kran selalu terbuka. Jamaah juga masih enggan mandi memakai pancuran air, menutup kran ketika gosok gigi, dan berhemat air ketika mencuci.
‘’Lazimnya air pemondokan akan langsung habis setelah wukuf di Arafah. Saat itu sesampai pemondokan semua jamaah pasti mencuci kain ihramnya. Celakanya, mereka tak puas ketika mencuci kain itu masih tersisa sedikit sabun. Berulangkalki kain itu dibilas dengan air, minimal sampai lima kali bilas. Nah, kalau itu terjadi pasti air di pemondokan langsung kosong. Ini kebiasaan lainnya,’’ ujar Arsyad.