Sabtu 06 Aug 2011 16:25 WIB

Tasawuf Falsafi tidak Populer di Indonesia

Rep: friska yolanda/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK – Tasawuf amali berkembang lebih luas dalam masyarakat Indonesia. Rektor IAIN Sunan Ampel, Prof. Nur Syam, mengatakan hal tersebut disebabkan oleh pemahaman tasawuf amali berada pada dimensi praktis yang mengajarkan agama melalui pandidikan akhlak. Dan hal tersebut lebih mudah untuk dipelajari.

Hal inilah yang menyebabkan tasawuf falsafi kurang diminati masyarakat Indonesia. “Orang sekarang ini, kan, suka yang praktis-praktis saja,” ungkapnya kepada wartawan saat ditemui dalam seminar nasional “Melacak Jejak Tasawuf Filosofis di Nusantara” di Depok, Sabtu (6/8).

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Utama Mizan Publika yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut, Haidar Bagir. Menurutnya orang cenderung pada sesuatu yang sederhana. Karena akhlak lebih mudah dipelajari, maka ke sanalah orang-orang berpedoman. Apalagi tasawuf falsafawi tidak bisa segera dicari kaitannya dengan Islam. “Tapi bukan berarti tidak ada,” tegasnya dalam seminar yang diadakan dari pukul 9.00 hingga pukul 18.00 tersebut.

Antara tasawuf amali dan falsafi sebetulnya tidak banyak memiliki perbedaan, lanjut lulusan Universitas Harvard ini. Kenyataan bahwa tasawuf falsafi sulit bukan berarti hal tersebut tidak bisa dikembangkan. Manusia modern membutuhkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan.

Kalau agama tidak bisa menjawab hal tersebut, maka agama akan kehilangan eksistensinya. Seharusnya tasawuf falsafi tidak hanya diajarkan di tempat-tempat dan komunitas tertentu melainkan diajarkan ke seluruh lapisan masyarakat. “Tetapi tentu saja harus dengan persiapan-persiapan yang matang,”

Nur berpendapat ada beberapa alasan mengapa tasawuf falsafi tidak diminati. Alasan pertama adalah karena pengamalan agama dalam konteks tasawuf falsafi dianggap menyimpang oleh para sufi Sunni ortodoks. Misalnya, ia mencontohkan, seseorang menyatakan “Aku adalah Tuhan,“ yang tidak disetujui oleh para Sunni. Hal ini menyebabkan penganut tasawuf falsafi tidak berani menunjukkannya kepada publik.

Kedua, lanjutnya, ada peran NU untuk menyaring mana tasawuf yang sah dan yang tidak.  Penyaringan ini dilaukukan melalui organisasi  Jamaah Ahlu Tariqah Mu’tabarah Nadhiyah (Jatman). “Itu dilakukan sekitar tahun 90-an,” jelasnya.

Tasawuf yang sah adalah tasawuf yang memiliki kriteria tertentu, yaitu mempunyai hubungan sanad marsyid yang sampai ke Rasulullah. Ajaran tasawuf tersebut tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam yang benar. Dan tarekatnya harus mengarah pada Islam dengan ajaran akhlak terpuji.

Alasan ketiga yang menjadikan tasawuf falsafi tidak populer adalah karena orang semakin banyak mempelajari ajaran secara praktis. Padahal keberadaan tasawuf falsafi sangatlah penting karena mengajak orang berpikir mendalam. “Karena itu ajaran tasawuf falsafi seharusnya dikenalkan kepada masyarakat,“ tegasnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement