Jumat 08 Jul 2011 11:32 WIB

Sejarah Para Khalifah: Sultan Salim III, Semangat Jihad yang Menggebu

Red: cr01
Ilustrasi
Foto: guide-martine.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Salim III—lahir 24 Desember 1761, wafat 28 Juli 1808—adalah Sultan Turki Utsmani yang menggantikan pamannya, Abdul Hamid I. Ia memerintah antara 7 April 1789 hingga 29 Mei 1807. Selain mencintai musik, Sultan Salim III juga seorang komponis dan dramawan yang mumpuni.

Dia berkuasa setelah pamannya, Abdul Hamid I, meninggal dunia pada 1203 H. Sejak itu fase baru peperangan antara Daulah Utsmaniyah dengan musuh-musuhnya dimulai. Sultan Salim III memulai lagi ruh dan semangat perjuangan dalam jiwa pasukannya. Semangat yang dia bangun itu diambil dari perjalanan sejarah pemerintahan Utsmani dan aksi-aksi patriotik yang telah dilakukan para pahlawannya.

Ketika ditahbiskan sebagai sultan, ia berdiri di depan para pembesar pemerintahan dan mengucapkan pidato yang penuh dengan semangat patriotik dan semangat juang tinggi. Dalam pidatonya itu, dia mengisyaratkan pada apa yang telah dicapai pasukan Utsmani dalam menorehkan kemenangan terhadap musuh-musuhnya.

Dia juga membicarakan sebab-sebab kekalahan yang banyak diderita pasukan Utsmani saat menghadapi musuh-musuhnya. "Salah satu sebab kekalahan ini adalah karena mereka jauh dari agama dan tidak lagi mengikuti Kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW," ujarnya.

Dia menyerukan kepada yang hadir agar kembali menumbuhkan semangat berkorban dan jihad dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Tidak lupa pula dia mengingatkan, hendaknya mereka selalu bersandar kepada Allah SWT dan taat pada pimpinan, serta berjuang melawan musuh-musuh Islam yang saat itu menduduki tanah-tanah kaum Muslimin.

Cita-cita ini membuat Sultan Salim III menolak semua usaha damai yang dilakukan para duta besar Spanyol, Prancis dan Rusia. Dia meminta Perdana Menterinya, Yusuf Pasya, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka menghadapi musuh-musuh Kesultanan Utsmani.

Sultan sepenuhnya sadar, bahwa krisis dan bencana yang menimpa rakyatnya berupa kekalahan yang terus-menerus diderita pemerintahannya. Untuk meringankan kemarahan dan kebencian rakyatnya, Sultan Salim III menolak semua usaha damai dan dia memutuskan untuk memimpin sendiri pasukannya yang sedang berangkat menuju Danube.

Sultan Salim III ingin sekali dapat mengembalikan Krimea dan menorehkan kemenangan atas musuh-musuhnya. Dalam benaknya, tekad bulat di atas hanya bisa direalisasikan cengan cara membangun sebuah kekuatan militer. Dia memerintahkan perdana menterinya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam usaha mengembalikan kemampuan pasukan dan mengawasi semua upaya dalam usaha melakukan perbaikan dan pengiriman pasukan ke medan perang.

Ekspansi militer kaum Salibis ke wilayah-wilayah kekuasaan Kesultanan Utsmani pada paruh akhir 1789 H, merupakan ekspansi militer terdahsyat yang pernah disaksikan kawasan perbatasan antara kedua belah pihak. Karena itu, masa-masa pasca ekspansi militer tersebut diliputi dua karakteristik khusus.

Pertama, intensifnya lobi-lobi diplomasi, gerakan keagamaan, dan politik di negara-negara Eropa yang mengingatkan bahaya akibat perang. Di mana hampir seluruh Eropa termasuk Rusia merindukan kedamaian. Oleh sebab itu, negara-negara Eropa secara intensif menyerukan kedua belah pihak (Austria-Rusia vs Turki Utsmani) untuk segera menghentikan perang.

Kedua, pada masa itu terjadi perkembangan dan persiapa militer baru disebabkan kekalahan pasukan Utsmani yang berturut-turut sebelum dan sesudah Perang Yuza yang telah menimbulkan gelombang kemarahan dan kebencian rakyat. Bahkan terdengar suara-suara agar dilakukan reformasi dan pemecatan perdana menteri dari jabatannya.

Peristiwa terus berlangsung, dan kekalahan terus menimpa, pemerintahan Utsmani kian melemah. Maka bersamaan dengan munculnya Revolusi Prancis, negara-negara Eropa memandang perlu melakukan perjanjian dengan pemerintahan Utsmani dengan tujuan untuk menyatukan negara-negara Eropa dalam menghadapi gerakan Napoleon Bonaparte yang terus meluaskan aksinya, serta untuk membendung kerakusan pemerintahan Prancis telah menguasai wilayah-wilayah Utsmani. Ini merupakan fase pertama dari langkah mereka. Negara-negara Eropa berhasil menjadi mediator dalam perjanjian itu. Maka ditandatanganilah Perjanjian Zastaway yang masyhur pada 22 Jumadil Awwal 1205 H/4 Agustus 1791 M.

Walau demikian, Sultan Salim III sangat ingin menghidupkan kembali kewajiban jihad sebagaimana yang ada pada masa-masa pemerintahan leluhurnya. Beberapa sejarawan menduga hal inilah yang menjadi sebab konspirasi yang menyebabkan dia meninggal pada Jumadil Awwal 1223 H/28 Juni 1808 M.

sumber : Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement