REPUBLIKA.CO.ID, Yazid bin Abdul Malik menjabat khalifah kesembilan Daulah Umayyah pada usia 36 tahun. Khalifah yang sering dipanggil dengan sebutan Abu Khalid ini lahir pada 71 H. Ia menjabat khalifah atas wasiat saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik. Ia dilantik pada bulan Rajab 101 H.
Ia mewarisi Daulah Umayyah dalam keadaan aman dan tenteram. Sebelum meninggal, Umar bin Abdul Azis sempat menulis surat kepada Yazid, “Semoga keselamatan tetap terlimpah padamu. Saya ingatkan, jagalah umat Muhammad sebab engkau akan meninggal dunia. Engkau akan menghadap Dzat yang tidak memberikan maaf untukmu.”
Pada masa awal pemerintahannya, Yazid bertindak menuruti kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Azis sebelumnya. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Menurut Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa’, kebijakan itu berlangsung hanya empat puluh hari. Setelah itu terjadi perubahan. Tampaknya, terlalu banyak penasihat yang tidak setuju dengan kebijakan positif yang diterapkan Umar bin Abdul Azis.
Di antara tindakan yang dilakukan Khalifah Yazid bin Abdul Malik adalah menumpas gerakan Yazid bin Muhallib. Sebelumnya, Yazid bin Muhallib menjabat sebagai gubernur wilayah Khurasan. Ia juga pernah menjabat gubernur Irak di Kufah dan Iran di Bashrah. Jabatan itu dipangkunya sejak Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik hingga masa Umar bin Abdul Azis. Karena dianggap melakukan gerakan-gerakan mencurigakan, Khalifah Umar bin Abdul Azis memintanya datang ke Damaskus dan menjatuhi tahanan kota.
Ketika Khalifah Umar bin Abdul Azis wafat, Yazid bin Muhallib segera melarikan diri. Ia khawatir khalifah terpilih, Yazid bin Abdul Malik, akan mengambil tindakan tegas atas dirinya. Sejak awal memang sering terjadi pertentangan antara dua orang yang senama itu.
Yazid bin Muhallib melarikan diri ke Irak. Karena pernah menjabat gubernur di wilayah itu, ia pun diterima oleh masyarakat. Nama keluarganya harum di kalangan rakyat Irak. Hal ini tidak mengherankan karena ayahnya, Muhallib bin Abi Shafra’, adalah penakluk lembah Hind.
Yazid bin Muhallib juga berhasil mengumpulkan dukungan rakyat Basrah untuk memecat Khalifah Yazid. Adanya gerakan itu sampai ke telinga sang khalifah di Damaskus. Yazid bin Abdul Malik segera meminta saudaranya, Maslamah bin Abdul Malik, untuk berangkat dengan pasukannya ke lembah Irak guna memadamkan gerakan Yazid bin Muhallib.
Perang saudara kembali terjadi. Pasukan Maslamah terus mengejar pasukan Yazid bin Muhallib dari benteng ke benteng. Hingga akhirnya Yazid tewas di medan pertempuran yang dikenal di daerah Al-Aqir, tak jauh dari Karbala. Selanjutnya Panglima Maslamah terus mengejar sisa-sisa pasukan lawannya. Hal yang tak mungkin dilupakan sejarah adalah tindakannya menghabisi seluruh keturunan dan keluarga Muhallib.
Peristiwa yang terjadi pada 101 Hijriyah itu cukup mengharukan masyarakat. Keluarga Muhallib dikenal baik dan dermawan. Mungkin karena tidak berani berhadapan langsung dengan pihak penguasa, keharuan dan simpati itu hanya tertuang dalam syair dan kata-kata bijak.
Setelah keamanan pulih, Khalifah Yazid bin Abdul Malik mengangkat Maslamah untuk bertanggung jawab terhadap wilayah timur yang mencakup Irak, Iran dan Khurasan yang berkedudukan di Bashrah.
Untuk memperluas wilayah Islam, Khalifah Yazid memerintahkan Panglima Tsabit An-Nahrawani, gubernur Armenia, untuk menaklukkan wilayah Khazars, utara Armenia antara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Namun dalam sebuah pertempuran Panglima Tsabit tewas dan pasukannya porak-poranda.
Khalifah Yazid menunjuk Panglima Jarrah bin Ubaidillah untuk menjabat gubernur Armenia dengan tugas menaklukkan Khazars. Perintah itu ditunjang dengan pengiriman pasukan cukup besar dari Syria. Pasukan Jarrah berhasil menerobos wilayah Khazars dan menduduki kota Blinger dan beberapa kota lainnya.
Sementara itu, Sammah bin Abdul Malik Al-Khaulani, gubernur Andalusia yang berkeduduka di Toledo, berhasil menaklukkan benteng Lerida dan Gerona, lalu menyeberang ke pegunungan Pyrenees bagian timur wilayah Prancis Selatan. Ia terus melebarkan kekuasaannya hingga berhasil menaklukkan Avignon, Toulun dan merebut kota Lyon. Namun dalam usaha penaklukan benteng Toulouse, ia tewas dan pasukannya kembali ke Aquitane. Khalifah Yazid mengangkat Panglima Anbasa bin Syuhaim untuk menggantikan Sammah.
Khalifah Yazid bin Abdul Malik tidak berusia lama menyaksikan perluasan wilayah Islam itu. Ia meninggal dunia pada usia 40 tahun. Masa pemerintahannya hanya berkisar 4 tahun satu bulan. Konon ia meninggal akibat tekanan batin ditinggal seorang wanita yang ia cintai.
Beberapa waktu sebelum Yazid meninggal sempat terjadi konflik antara dirinya dan saudaranya, Hisyam bin Abdul Malik. Namun hubungan keduanya baik kembali setelah Hisyam lebih banyak mendampingi sang khalifah hingga wafat.