REPUBLIKA.CO.ID, Kita tiba pada sosok yang begitu terkenal dalam lembaran sejarah. Dialah Umar bin Abdul Azis. Dalam literatur sejarah ia dikenal dengan julukan Umar Kedua lantaran kebijaksanaan, keadilan, kejujuran, serta kesederhanaannya.
Nama lengkapnya adalah Umar bin Abdul Azis bin Marwan bin Hakam bin Harb bin Umayyah. Ayahnya, Abdul Azis, pernah menjadi gubernur di Mesir selama beberapa tahun. Ia masih merupakan keturunan Umar bin Al-Khathab melalui ibunya, Lailah Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Al-Khathab.
Ketika kecil, Umar bin Abdul Azis sering berkunjung ke rumah paman ibunya, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab. Setiap kali pulang, ia selalu mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin seperti kakeknya. Ibunya menerangkan bahwa kelak ia akan hidup seperti kakeknya itu. Seorang ulama yang wara'.
Umar menghabiskan sebagian besar hidupnya di Madinah. Ketika ayahnya, Abdul Azis wafat, Khalifah Abdul Malik bin Marwan menyuruhnya ke Damaskus dan menikahkan dengan putrinya, Fathimah. Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Azis diangkat menjadi gubernur Hijaz. Ketika itu usianya baru 24 tahun. Saat Masjid Nabawi dibongkar untuk direnovasi, Umar bin Abdul Azis dipercaya sebagai pengawas pelaksana.
Langkahnya yang bisa dicontoh oleh para pemimpin saat ini adalah membentuk sebuah Dewan Penasihat yang beranggotakan sekitar 10 ulama terkemuka saat itu. Bersama merekalah Umar mendiskusikan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
Karena beberapa tindakan beraninya memberantas kezaliman, atas hasutan Hajjaj bin Yusuf dan orang-orangnya, Umar diberhentikan dari jabatan gubernur. Namun ketika Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik berkuasa, ia kembali diangkat sebagai Al-Katib (sekretaris).
Walaupun Umar bin Abdul Azis hanya memerintah selama dua setengah tahun sebagai khalifah, tetapi kebijakan yang ia buat sungguh berjasa bagi kejayaan umat Islam. Dialah yang memulai menerapkan syariat Islam secara utuh dengan meminta bantuan para ulama, seperti Hasan Bashri. Pada masanya juga, hadits-hadits mulai dibukukan.
Umar juga mempunyai perhatian tinggi pada berbagai cabang ilmu, seperti kedokteran. Dialah yang mengusulkan pemindahan sekolah kedokteran di Iskandaria, Mesir ke Antakiya, Turki. Umar juga bersikap agak lunak terhadap msuh-musuh politiknya. Ia melarang kaum Muslimin mengecam Ali bin Abi Thalib.
Untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, Umar mengirimkan utusan ke berbagai daerah untuk memantau kinerja para gubernur. Jika menemukan penyimpangan, ia tak segan-segan memecat mereka. Seperti yang ia lakukan terhadap Yazid bin Abi Muslim, gubernur Afrika Utara dan Shalih bin Abdurrahman, gubernur Irak. Umar juga mengembalikan tanah yang dirampas penguasa.
Dalam bidang militer, Umar tidak menaruh perhatian untuk membangun angkatan perang. Ia lebih mengutamakan pemakmuran kehidupan masyarakat. Karenanya, ia memerintahkan Maslamah untuk menghentikan pengepungan Konstantinopel dan penyerbuan ke Asia Kecil.
Di bidang ekonomi, Umar membuat kebijakan-kebijakan yang melindungi rakyat kecil. Pada masanya, orang-orang kaya membayar zakat sehingga kemakmuran benar-benar terwujud. Konon, saat itu sulit menemukan para penerima zakat lantaran kemakmuran begitu merata.
Dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, Umar bin Abdul Azis selalu berada di depan. Sebelum menyuruh orang lain berlaku sederhan, ia lebih dahulu bersikap sederhana. Buktinya, sebelum menjadi khalifah, Umar biasa mengenakan pakaian bagus. Namun setelah menjabat khalifah, keadaannya justru terbalik. Ia menolak berbagai fasilitas negara. Bahkan harta miliknya pun dijual dan uangnya dimasukkan ke Baitul Mal (kas negara).
Di antara bukti bahwa Umar bin Abdul Azis sangat tidak ingin menggunakan fasilitas negara adalah kisahnya dengan putranya. Suatu malam ketika ia sedang berada di kantor untuk urusan negara, putranya datang. Begitu mengetahui bahwa putranya ingin membicarakan masalah keluarga, Umar memadamkan lampu yang ia gunakan. Keduanya pun berbincang dalam kegelapan.
Ketika hal itu ditanyakan putranya, dengan yakin Umar menjawab bahwa mereka sedang membicarakan masalah keluarga. Sedangkan lampu yang mereka gunakan adalah milik negara. Karena berbagai kebijakan dan keadilannya itu, Umar bin Abdul Azis dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin Kelima atau Umar Kedua setelah Umar bin Al-Khathab.
Khalifah Umar bin Abdul Azis meninggal dunia di Dir Sim'an, sebuah kota di wilayah Himsh pada 20 atau 25 Rajab 101 Hijriyah dalam usia 36 tahun 6 bulan. Menurut beberapa riwayat, seperti yang terdapat dalam Tarikh Al-Khulafa' karya Imam As-Suyuthi, Umar bin Abdul Azis meninggal karena diracun.
Menjelang wafat, ia sempat memanggil pelayan yang memberinya minum. "Apa yang mendorongmu memberiku minuman berisi racun?" tanya Umar.
"Saya diberi seribu dinar dan dijanjikan akan dibebaskan dari perbudakan," jawab pelayan tersebut.
Umar memintanya mengambil uang itu dan meletakkannya di Baitul Mal. "Pergilah ke tempat yang tidak seorang pun tahu!" katanya kepada si pelayan.
Umat Islam kehilangan seorang pemimpin adil yang nyaris tak ada penggantinya hingga kini.