Rabu 29 Jan 2014 17:29 WIB

Operasional Haji Surplus Rp 417 Miliar

Anggito Abimanyu
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Anggito Abimanyu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nur Hasan Murtiaji/Ani Nursalikah

JAKARTA -- Kinerja keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2013 menunjukkan peningkatan dari sisi neraca maupun surplus operasional anggaran.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Anggito Abimanyu mengungkapkan, pada 2013 operasional ibadah haji menghasilkan surplus anggaran Rp 417,9 miliar.

Capaian ini, kata Anggito, melebihi surplus anggaran operasional pada 2012 yang sebesar Rp 122,5 miliar maupun pada 2011 yang surplus Rp 170,5 miliar.

Peningkatan surplus anggaran BPIH ini terjadi karena optimalisasi dana haji, efisiensi belanja, dan keberhasilan menekan risiko pemondokan dan meminimalisasi kerugian selisih mata uang.

"Surplus ini jumlah terbesar yang pernah kita dapatkan dari operasional haji," kata Anggito di kantor Kemenag, Jakarta, Selasa (28/1).

Pada 2013, pendapatan operasional haji mencapai Rp 9,36 triliun. Sedangkan, biaya operasional yang dikeluarkan sebesar Rp 8,94 triliun. Selisih antara pendapatan dan biaya operasional inilah, kata Anggito, yang menghasilkan surplus.

Anggaran surplus operasional haji ini selanjutnya akan dimanfaatkan untuk peningkatan layanan jamaah haji berikutnya. "Uang itu tidak dipakai untuk PHU, membayar haji, honor, tidak dibagi-bagi, tapi disimpan kembali menjadi surplus dan akan dimanfaatkan untuk dana haji berikutnya," ujarnya.

Bentuknya, jelas mantan kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu ini, bisa berupa peningkatan pelayanan jamaah haji, seperti penambahan jumlah bus upgrade.

Anggito mengakui dari sisi pengeluaran tetap mengalami kenaikan. Hal ini karena ada beberapa kontrak pemondokan yang tak dapat dikurangi, bahkan ada yang harga sewanya naik.

Sedangkan dari sisi pendapatan, berasal dari setoran awal dan nilai manfaat atau bagi hasil. Anggito mengungkapkan, terjadi kenaikan nilai manfaat yang dikembalikan kepada setiap jamaah secara merata dalam bentuk pelayanan.

Jika pada 2012 nilai manfaat yang diperoleh Rp 1,7 triliun, pada 2013 nilai manfaatnya mencapai Rp 2,2 triliun.

Sejauh ini, ungkap Anggito, dana haji diinvestasikan dalam instrumen tabungan, deposito, sukuk, atau surat berharga syariah negara (SBSN).

Perinciannya pada 2013, dana dalam bentuk kas tunai dan giro mencapai Rp 5,59 triliun, deposito Rp 22,59 triliun, dan sukuk atau SBSN Rp 30,75 triliun.

Anggota Komisi VIII DPR Ahmad Rubaei berharap, BPIH 2014 tidak mengalami kenaikan karena bisa ditutup dengan optimalisasi anggaran yang diambil dari uang jamaah yang telah membayar BPIH.

Uang yang mengendap itu, sambung Ahmad, telah menghasilkan manfaat. Dana itulah yang digunakan untuk menutupi kenaikan biaya haji.

Menurut Ahmad, sudah menjadi tugas Kemenag untuk melobi dengan pihak terkait agar BPIH tak naik, misalnya masalah sewa penerbangan dan biaya katering.

Tujuannya agar bisa mendapatkan harga semurah mungkin, tapi tetap menjaga kualitas sehingga tidak membebani jamaah. Ahmad beranggapan pembahasan mengenai BPIH sebetulnya sangat ringkas dan tidak perlu bertele-tele.

Biaya penerbangan dan pemondokan jamaah selama di Makkah dan Madinah memang masih mendominasi biaya operasional haji 2013.

"Tahun 2014 kami akan berupaya melakukan efisiensi kedua komponen biaya itu dengan tetap mengedepankan peningkatan pelayanan," kata Anggito.

Aset meningkat

Selain surplus anggaran operasional haji, Anggito juga menyebutkan kenaikan aset yang signifikan. Outstanding aset BPIH per Desember 2013 mencapai Rp 67 triliun.

Capaian ini berarti meningkat sekitar Rp 12 triliun karena pada Desember 2012 outstanding aset BPIH Rp 55 triliun. "Capaian ini di luar perkiraan kami. Semula kami perkirakan hanya sekitar Rp 5 triliunan," katanya.

Menurut Anggito, arus kas dan laporan operasional penyelenggaraan ibadah haji 2013 menunjukkan suatu kondisi kesehatan keuangan yang meningkat.

Laporan keuangan haji 2013 ini selanjutnya akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mendapatkan opini. Sejak 2012, laporan keuangan BPIH mendapatkan predikat wajar dengan pengecualian.

Kekurangan utama terletak pada pencatatan dan kebenaran penilaian atas aset haji atau yang dikenal dengan barang milik haji (BMH). "Kemenag menargetkan laporan keuangan BPIH 2014 mendapat opini wajar tanpa pengecualian," kata Anggito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement