Jumat 28 Feb 2020 22:26 WIB

KH Zainal Mustafa, Berdakwah Melawan Penjajah (4)

KH Zainal Mustafa gugur ketika melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
KH Zaenal Mustafa, pahlawan asal Singaparna.
Foto: IST
KH Zaenal Mustafa, pahlawan asal Singaparna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di zaman kemerdekaan, pesantren tidak hanya menjadi tempat belajar ilmu agama Islam, tetapi juga menjadi lumbung pergerakan nasional. Di lembaga pendidikan Islam tertua di nusantara ini, pemahaman agama mampu memperkuat kecintaan santri pada tanah airnya.

Karena itu, kaum santri banyak yang terlibat dalam perang jihad di era kemerdekaan. Salah satunya, yaitu santri yang dipimpin Kiai Zainal Mustafa ketika melawan Jepang pada 18 Februari 1944.  Dalam melawan kekejaman penindasan Jepang, Kiai Zainal juga menggerakkan jaringan pesantren di Tanah Sunda.

Baca Juga

Dialnsir NUOnline, pada 1943 Kiai Zainal mulai melakukan kontak dengan beberapa pesantren di Jawa Barat untuk mengimbangi pergerakan tentara ke-16 Jepang yang bengis dan kejam. Selain menggerakkan para pejuang dari pesantren, Kiai Zainal juga memperkuat pasukan dengan mengajak laskar tentara. Di antara laskar yang dikontak oleh Kiai Zainal adalah Batalyon Pembela Tanah Air (PETA) yang dikomandani Daidanco Maskun.

Kiai Zainal menyadari, tidak semua santri memiliki keterampilan militer sehingga ia merasa perlu menggandeng PETA untuk melatih barisan santri dalam bidang militer dan pertahanan fisik. Namun, aksi Kiai Zainal ini tercium oleh Jepang hingga akhirnya PETA dipindahkan Jepang ke kawasan selatan Tasikmalaya.

Tekad Kiai Zainal bersama santrinya dan masyarakat membuat tekad Jepang semakin kuat untuk menghabisi para pengikut Kiai Zainal di Desa Sukamanah. Tepatnya pada 23 Februari 1944, Jepang kemudian mengirim utusan ke Pesantren Sukamanah. Namun, sejumlah utusan yang terdiri dari pejabat lokal pro-kolonial itu justru mendapat perlawanan dari santri.

Setelah mendapat perlawanan dari santri, amarah Jepang semakin menjadi-jadi. Hingga akhirnya terjadilah pertempuran terbuka pada 25 Februari 1944. Dalam peristiwa itu, tiga perwira Jepang tewas dan beberapa lainnya melarikan diri.

Jepang pun bertambah naik darah, sehinnga mereka kembali mengirimkan pasukan hingga enam kompi tentara untuk mengepung Desa Sukamanah di mana pesantren Kiai Zainal Mustafa menjadi pusat pendidikan dan pergerakan nasional.

Setelah terjadi perlawanan hebat dari para santri dan masyarakat, tentara Jepang berhasil menangkap Kiai Zanal Mustafa dan beberapa pengikutnya. Tentara Jepang juga menangkap warga seiring dengan insiden berdarah ini. Penjara Tasikmalaya penuh karena penangkapan besar-besaran di sejumlah pesat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement