REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya mengikis aqidah Islam di masyarakat Aceh bukanlah informasi baru. Namun aktivitas pendangkalan akidah Islam di provinsi dengan kultur Islam yang kuat ini terus berjalan bahkan kian masif dari hari ke hari. Hal ini disampaikan Komite Dakwah Khusus (KDK) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ismail Yusanto.
Menurut Ismail gencarnya kasus pendangkalan aqidah masyarakat Aceh terjadi sejak kejadian gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 silam. Dan sejak saat itu hingga sekarang aktivitas ini terus terjadi. "Pemanfaatan bencana sebagai upaya pendangkalan aqidah memang semakin marak di Indonesia," katanya kepada Republika, Senin (18/11).
Pemanfaatan bencana inilah yang terjadi di aceh sejak 2004 hingga 2006. Saat ini, jelas dia, upaya tersebut masih ada tapi tidak secara terang-terangan seperti yang terjadi pada 2004 hingga 2006. Ismail mencontohkan, kasus yang ditemukan adalah membawa beberapa anak korban bencana gempa dan tsunami aceh ke luar wilayah, untuk kemudian di sekolahkan. "Di saat itulah terjadi pendangkalan aqidah."
Selain memanfaatkan momentum bencana, upaya pendangkalan aqidah juga dilakukan oleh berbagai Non Governmental Organization (NGO) atau LSM asing. KDK mengungkapkan ada beberapa NGO dan LSM asing yang bekerja di Aceh sekaligus melakukan pendangkalan aqidah. Upaya pendangkalan aqidah lain dengan cara pernikahan.
Berbagai modus pendangkalan aqidah ini, kata dia, sebenarnya terjadi hampir di semua wilayah Indonesia. KDK mengelompokkan ada lima modus pendangkalan aqidah yang semakin gencar dilakukan kepada komunitas umat Islam. Pertama modus bantuan bencana seperti yang yang disampaikan sebelumnya. Kedua modus peralihan politik dan pemerintahan dalam Pilkada.
Ketiga modus NGO atau LSM asing, Keempat modus pendidikan, budaya dan pernikahan dan terbaru terakhir modus pengembangan kota mandiri dari beberapa pengembang di kota besar. Untuk di Aceh empat modus tadi sudah terjadi, sedangkan pendangkalan aqidah dengan pengembangan kota mandiri terjadi di beberapa kota besar. Contoh yang terdekat di Jabodetabek.
Ismail mengatakan, beberapa kota mandiri di wilayah Jabodetabek menyusupkan program pendangkalan aqidah dalam proyek bisnis mereka. Kota Mandiri ini diindikasi menimalisir fungsi masjid di sekitar kota mandiri ini, bahkan beberapa kasus coba menggusur masjid untuk pengembangan bisnis. Tapi dalam perencanaan ini, jelas dia, dimasukkan pembangunan rumah ibadah lain.