Senin 21 Dec 2015 10:58 WIB
Catatan Akhir Tahun 2015

Intoleransi Agama Berbalut Anarkisme

Rep: andi nur aminah/ Red: Muhammad Subarkah
Pembangunan masjid di Manokwari.
Foto:

Ratusan massa berpakaian hitam dan destar merah datang sambil membawa senjata tajam. Ada yang membawa samurai, pedang hingga tombak. Mereka berorasi di sekitar Mushala As-Syuhada di Desa Aer Ujang, Kelurahan Girian Permai, Kecamatan Girian, Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut), Senin (9/11).

Lidia, perempuan asal Mojokerto menjadi saksi peristiwa yang berujung pembongkaran Mushala Asy-Syuhada yang berlangsung dengan cepat. Lidia mengatakan, massa tersebut meminta agar bangunan mushalla yang hanya terbuat dari triplek dan beratapkan seng itu segera dibongar. Jika tidak, mereka mengancam untuk membongkar paksa.

Pihak keamanan dari Polisi, TNI dan Brimob yang berjaga sepertinya sudah memprediksi akan terjadi keributan. Mereka telah siap siaga di Komplek Aer Ujang pada saat itu juga. Sayangnya, mereka belum bisa membubarkan massa yang terus berdatangan.

Peristiwa memanas akhirnya mulai pecah ketika warga Muslim yang beribadah di Mushalla Asy-Syuhada dilempari batu. Para pelempar batu itu, Lidia mengatakan, berada di semak-semak sekitar sepuluh meter dari mushalla.

Akibatnya, jamaah dalam mushala yang kebanyakan ibu-ibu dan tengah melakukan zikir, berhamburan keluar.

"Kami tidak bisa kemana-mana. Kami hanya berkumpul bersembunyi di balik mushala," kata Lidia mengenang peristiwa tersebut. Mereka tidak memperbolehkan mushala dibangun karena tanah tempat mushala berdiri disebut merupakan lahan sengketa yang tidak boleh ditempati.

Sebelum aksi pembongkaran, tanda-tanda akan pecahnya kerusuhan sudah terlihat sejak Sabtu (7/11). Saat Musala Asy-Syuhada berdiri, mulai banyak orang berkumpul di sekitaran Perum Aer Ujan. Gertakan kepada jamaah untuk tidak mendirikan mushala terus berlangsung sampai Ahad (8/11). Senin (9/11), gesekan panas pun akhirnya pecah ketika sekelompok orang tersebut mulai melempari Musala Asy-Syuhada.

Ketua Panitia Masjid As-Syuhada, Karmin Mayau menjelaskan setidaknya di kota Bitung sudah terdapat lima masjid yang digagalkan pembangunannya dalam 10 tahun terakhir. "Dulu sempat akan dibangun masjid raya di Bitung, namun digagalkan warga Kristen. Padahal sudah ada anggaran dari Kemenag. Kemudian sekitar dua atau tiga bulan kemudian tanah yang akan dibangun masjid tersebut justru tiba-tiba dibanguni gereja," ujarnya, Selasa (10/11).

Karmin pun menceritakan pada 2010 juga terjadi hal serupa dan hingga kini masjid-masjid itu belum berdiri.  "Kesulitan membangun masjid sudah kami rasakan 10 tahun terakhir, tapi tidak pernah terekspose media. Semua orang tahunya Sulawesi Utara hidup rukun, padahal kalau masalah pembangunan masjid seperti ini kami dipersulit. Kami hanya disuruh tenang dan bersabar, tenang sih tenang, tapi bagaimana kalau kami tidak memiliki tempat ibadah," tuturnya.

Usaha penggagalan pembangunan masjid itu pun beragam. Dia menceritakan untuk pembangunan masjid As-Syuhada tersebut dipersulit dari segi administrasi. Dia dan rekan-rekan panitia sudah mengurus persyaratannya sejak Maret lalu, namun hingga kini masjid tersebut tidak kunjung mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).  Padahal panitia pembangunan masjid mengaku sudah mengantongi izin dari Bakesbangpol Kasubdit Kerukunan Umat Beragama Kota Bitung, karena sudah memenuhi persyaratan persetujuan 60 KTP warga Kristen dan 90 warga Muslim.

Menanggapi pelarangan pembangunan masjid di Bitung itu, Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi (HAM) menyampaikan keprihatinan mendalam. Ini adalah peristiwa tindakan intoleranis kesekian kalinya di Indonesia. "Tindakan intoleransi ini tentu tidak bisa dibenarkan dan negara utamanya pemerintah harus hadir dan cepat menyikapi," ujar Komisioner Komnas HAM RI, Maneger Nasution.

Maneger menegaskan, negara tidak boleh membiarkan tindakan intimidasi apalagi melakukan ancaman. Ini berpotensi akan memperkeruh situasi. Ia mengatakan, pihak kepolisian harus profesional dan independen dalam menjamin keamanan warga negara dan menindak tegas massa anarkis. Penegakan hukum tidak boleh pandang dulu dan keadilan harus ditegakkan.

Maneger melanjutkan, negara wajib hadir melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi hak-hak konstitusional warga negara serta memastikan semua warga bebas dari rasa takut dan merdeka menjalankan keyakinan agamanya.  Pemerintah daerah setempat juga harus transparan dalam memproses IMB masjid yang diajukan pihak pengelolanya.

"Jangan mempersulit jika sudah terpenuhi persyaratannya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement