Senin 11 Mar 2019 20:23 WIB

Umat Islam dan Kolonialisme AS atas Filipina (1)

AS atau Amerika Serikat menggantikan penjajahan Spanyol atas Filipina.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
(ilustrasi) Paman Sam, simbol negeri Amerika Serikat, mengamati peta Filipina
Foto: tangkapan layar google
(ilustrasi) Paman Sam, simbol negeri Amerika Serikat, mengamati peta Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama tiga abad, Spanyol tidak dapat menaklukkan wilayah selatan Filipina yang dihuni masyarakat Muslim, yang saat itu di bawah naungan Kesultanan Sulu dan Kesultanan Mindanao. Dua kerajaan Islam itu pantang menyerah dalam melawan kolonialisme Spanyol.

Berbagai cara telah dilakukan Spanyol untuk menaklukkan masyarakat Muslim, semisal melancarkan politik pecah belah. Akan tetapi, tidak ada yang berhasil. Spanyol hanya mampu menguasai wilayah utara Filipina.

Baca Juga

Nun jauh dari sana, pada 1898 Spanyol berkonflik dengan Amerika Serikat (AS) di Laut Karibia. Konteksnya adalah perang Kuba.

Armada maritim AS saat itu cukup digdaya. Jangkauannya hingga ke Samudra Pasifik pesisir barat, termasuk Asia Tenggara. Maka dari itu, AS ikut campur dalam pertempuran antara masyarakat Muslim Filipina dan Spanyol.

Akhirnya Spanyol terusir dari Filipina, tetapi caranya lebih sebagai imbas diplomasi. Spanyol menyatakan menyerahkan Filipina kepada Amerika. Itulah simpulan dari Perjanjian Paris yang ditandatangani pihak AS dan Spanyol pada 10 Desember 1898.

Melalui perjanjian itu, Spanyol "menjual" wilayah utara dan selatan Filipina kepada AS seharga 20 juta dolar AS. Padahal, wilayah selatan Filipina belum ditaklukkan Spanyol sampai saat itu. Daerah ini tetap berada di bawah kekuasaan Kesultanan Sulu serta Mindanao.

Seperti dijelaskan Abd Ghofur artikelnya pada jurnal terbitan Center for Research and Community Development (2016). Ada strategi-strategi yang dijalankan AS dalam menaklukkan kaum Muslim Filipina selatan. Saat mengawali kolonialismenya, AS mula-mula menampilkan sikap bersahabat dan sarat janji-janji.

 

AS dan Upaya Meraih Simpati

Citra keberpihakkan Amerika kepada Muslim Filipina ditunjukkan dengan ditandatanganinya Traktat Bates pada 20 Agustus 1898. Perjanjian itu intinya mengikrarkan tekad Amerika dalam menjamin kebebasan beragama, menyampaikan aspirasi, dan meningkatkan pendidikan di tengah masyarakat Muslim Filipina--yang disebut Bangsa Moro.

Akan tetapi, Traktat Bates hanya sebuah alat bagi AS untuk merebut simpati masyarakat Muslim. Hal itu supaya umat Islam dan sultan-sultan Muslim tidak melakukan pemberontakan dan perlawanan seperti yang pernah mereka lakukan terhadap Spanyol.

Amerika pun dengan gencar berusaha menerapkan sistem politiknya di wilayah Filipina selatan, meski saat itu Kesultanan Sulu dan Mindanao masih berdiri. Dalam periode 1914-1920, AS semakin kuat menejan Muslim dengan menerapkan beberapa kebijakan.

Kebijakan pertama terkait sistem agraria (pertanahan) baru. Seperti Land Registration Act nomor 496 tahun 1902. Kebijakan itu mengharuskan masyarakat untuk mendaftarkan tanah miliki pribadi kepada pemerintahan kolonial AS dalam bentuk tertulis. Surat itu mesti pula ditandatangani. Kemudian, muncul lagi kebijakan hukum tanah Philipine Commission Act nomor 718 pada April 1903.

Land Act nomor 296 berlaku pada Oktober 1903. Kebijakan tersebut menyatakan semua tanah milik pribadi yang tidak didaftarkan sesuai Land Registration Act, maka statusnya menjadi milik negara (baca: AS).

Baca juga: Umat Islam dan Kolonialisme AS atas Filipina (2-Habis)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement