Selasa 14 May 2019 20:18 WIB

Apa Itu Qadha?

Seluk-beluk qadha puasa Ramadhan dibahas di sini

Puasa Ramadhan (ilustrasi)
Puasa Ramadhan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Qadha' berarti 'mengganti.' Meng-qadha' utang puasa Ramadhan tidak harus langsung setelah Ramadhan. Boleh ditunda sampai Ramadhan tahun berikutnya.

Berdasarkan riwayat yang dibawakan dari Aisyah RA, katanya, "Saya pernah punya utang puasa Ramadhan, tapi saya baru bisa menggantikannya pada bulan Sya'ban tahun berikutnya" (HR Asy-Syaikhan).

Baca Juga

Meskipun begitu, tetaplah berlaku kaidah yang mengatakan, "Kebaikan yang paling utama ialah yang paling segera dilaksanakan." Dalam Alquran dikatakan, "Bersegeralah kamu kepada ampunan Rabb-mu" (QS Ali Imran [3]: 133). Di ayat lain, "Merekalah orang-orang yang bersegera melakukan kebiakan dan merekalah orang-orang yang terdahulu sampai" (QS Al Mukminun [23]: 61).

Menurut ijma' para ulama, siapa yang meninggal dunia dengan utang shalat, maka walinya tidak wajib menggantinya. Begitu pula yang lainnya. Namun, tidak demikian dengan ibadah puasa.

Berdasarkan Alquran, meng-qadha' puasa bisa ditunaikan pada kesempatan lain. "Maka berpuasalah pada hari-hari lain" (QS Al Baqarah [2]: 185). Menurut Ibnu Abbas, boleh dipisah-pisah dan pendapat Abu Hurairah, boleh dikerjakan dengan hitungan ganjil kalau mau.

Bagi orang yang tidak sanggup berpuasa, tidak digantikan oleh seseorang puasanya pada waktu ia hidup, tapi sebagai gantinya cukup memberikan  makan kepada seorang miskin tiap-tiap hari ia tidak mengerjakan puasanya itu.

Akan tetapi siapa yang meninggal dunia dengan menigngalkan utang puasa, maka diganti oleh walinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Barang siapa yang meninggalkan hutang puasa, maka dibayar puasanya itu oleh walinya" (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).

Diriwayatkan Ibnu Abbas RA dari Rasulullah SAW. Katanya, "Ada seorang yang menanyakan: 'Ya Rasulullah, Ibu saya meninggal dunia dengan meninggalkan utang puasa sebulan, apakah saya akan menggantinya? Maka jawabnya, 'Ya, utang kepada Allah lebih tepat untuk ditunaikan" (HR Asy-Syaikhan, Ahmad, dan lain-lain).

Menurut Ibnu Abbas, "Apabila seseorang sakit di bulan Ramadhan, kemudian ia meninggal dunia dengan hutang puasa, maka diganti dengan memberi makan, bukan dengan meng-qadha'-nya. Akan tetapi kalau ia punya hutang puasa nadzar, maka walinya harus meng-qadha'-nya" (HR Abu Daud dengan Sanad Shahih).

Ibnu Abbas juga meriwayatkan sebuah hadis yang menyatakan bahwa wali si mayit meng-qadha' puasa nadzarnya; ''Bahwa Sa'ad bin Ubbadah RA bertanya kepada Nabi SAW, 'Bagaimana dengan ibu saya yang meninggal dunia dengan berhutang puasa nadzar? ''

Nabi SAW menjawab, "Qadha' dia." (HR Asy-Syaikhan dan lain-lain).

Siapa yang meninggal dunia dengan utang puasa nadzar, maka dapat di-qadha' oleh orang banyak secara bersama-sama sebanyak hari yang dihutang. Al-Hasan menjelaskan: ''Kalau pembayaran fidyah makanan , kalau walinya mengumpulkan orang miskin sebanyak hari yang dihutang dan mereka dikenyangkan semua, juga boleh, begitulah yang dilakukan Anas bin Malik Radhiallahu 'anhu."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement