Selasa 17 Jul 2018 22:44 WIB

Mengonsumsi Obat Beralkohol, Bolehkah?

Setiap khamr mengandung alkohol, tapi tidak semua alkohol dikategorikan sebagai khamr

Rep: A Syalabi Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Iklan obat/ilustrasi
Foto: Pixabay
Iklan obat/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak produsen obat-obatan cair yang menggunakan alkohol sebagai bahan pelarut.Kita bisa menemukannya pada beragam obat sirup, yang paling familiar adalah obat batuk. Berbagai merek obat batuk menggunakan alkohol lebih dari satu persen dalam kandungan sirupnya. Sebenarnya, bolehkah kita meminum obat yang mengandung alkohol? Sudah jamak bagi umat Islam jika alkohol identik dengan zat yang haram.

Alkohol menjadi bahan baku paling dominan untuk membuat sebuah minuman bisa memabukkan.Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah rijs dan termasuk perbuatan syetan. Maka, jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan. (QS al-Ma'idah:90).

Bukan sekadar peminum, Rasulullah SAW bersabda jika orang- orang terkait dengan khamar, akan terlaknat. Diriwayatkan dari Abu `Alqamah ramantan budak sahabat, dan Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqira bahwa keduanya telah mendengar Ibnu Umarra berkata : Rasulullah Saw bersabda: Allah melaknat khamr, peminumnya, yang menuangkannya, penjualnya, pem belinya, pemerasnya, orang yang diperaskannya, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya. (HR Abu Dawud)

Meski demikian, tidak ada nash dalam Alquran atau hadis yang menyebut alkohol sebagai zat yang haram. Alquran dan hadis menyebut khamar sebagai sesuatu yang haram. Setiap yang memabukkan adalah khomr.Setiap yang memabukkan pastilah haram.

Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan, penyebab (illah) pengharaman khomr adalah karena memabukkan.Khomrdiharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya, yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaidah al hukmu yaduu ru ma'a illatihi wujudan wa `adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah). Illah dalam pengharaman khomradalah memabukkan dan illah ini berasal dari Alquran, As Sunnah dan ijma' (kesepakatan ulama kaum Muslimin).

Majelis Ulama Indonesia (MUI)telah menetapkan fatwa Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.Fatwa tersebut memisahkan antara khamr dan alkohol. Setiap khamr mengandung alkohol, tapi tidak semua alkohol dikategorikan sebagai khamr.

Fatwa tersebut menyebutkan, khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari ang gur maupun yang lainnya, baik dimasak maupun tidak. Artinya, selain minuman yang mengandung alkohol tidak terkategori sebagai khamr walaupun hukumnya bisa saja sama-sama haram.

Fatwa MUI Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan, minuman beralkohol yang masuk kategori khamradalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H 5OH) lebih dari 0.5 %. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamradalah najis dan hukumnya haram, sedikit ataupun banyak.

Di dalam fatwa-fatwa MUI di sebutkan, alkohol bisa dibedakan ke dalam dua kategori: pertama alkohol/etanol hasil industri khamr, yang hukumnya sama dengan hukum khamr, yaitu haram dan najis.Kedua, alkohol/etanol hasil industri non-khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] maupun hasil industri fermentasi non- khamr), hukumnya tidak najis dan apabila dipergunakan di produk nonminuman hukumnya mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.

Alkohol/Ethanol pada obat umum digunakan sebagai: pelarut (Kosolven), pengawet produk, memberikan rasa yang tajam, dan menutupi rasa tidak enak. Di pasaran saat ini, eliksir (obat minum) rata-rata mengandung alkohol lebih dari 5%. Namun, tidak semua eliksir mengandung alkohol.

Ijtima Alim Ulama 2018 yang berlangsung di Samarinda, Kalimantan Timur menjelaskan, kete- tapan hukum mengonsumsi obat- obatan mengandung alkohol. Pertama, pada dasarnya berobat wajib menggunakan metode yang tidak melanggar syariat dan obat yang digunakan wajib menggunakan obat yang suci dan halal.

Kedua, obat cair berbeda dengan minuman, baik secara kegunaan maupun hukumnya. Obat digunakan dalam kondisi sakit untuk pengobatan, sedangkan minuman digunakan untuk kon- sumsi. Ketiga, obat cair maupun noncair yang mengandung alkohol/etanol yang berasal dari khamr, hukumnya haram.

Keempat, penggunaan alkohol/etanol yang bukan berasal dari khamr(baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] maaupun hasil industri fermentasi non-khamr) untuk bahan obat cair maupun noncair, hukumnya boleh dengan syarat tidak membahayakan bagi kese- hatan, tidak ada penyalahgunaan, aman, dan sesuai dosis, serta tidak digunakan secara sengaja untuk membuat mabuk.

Tak hanya itu, untuk mengetahui secara pasti kehalalan obat, Ijtima Ulama merekomendasikan agar produk tersebut sudah mengalami sertifikasi halal yang tepercaya.Walla hualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement