Rabu 16 Jan 2019 08:39 WIB

Kampanyekan Capres-Cawapres di Tanah Suci, Apa Hukumnya?

Umat Islam diimbau tak membawa urusan politik praktis selama beribadah di tanah suci.

Ratusan ribu jamaah haji dari berbagai negara melaksanakan tawaf wada di Masjid Haram, Makkah, Kamis (23/8) waktu setempat. Selanjutnya mereka berangsur-angsur akan kembali ke tanah air masing
Foto: Dar Yasin/AP
Ratusan ribu jamaah haji dari berbagai negara melaksanakan tawaf wada di Masjid Haram, Makkah, Kamis (23/8) waktu setempat. Selanjutnya mereka berangsur-angsur akan kembali ke tanah air masing

REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu pemandangan yang belakangan banyak dipertontonkan sejumlah oknum jamaah umrah adalah mempublikasikan dukungan dan seruan politik untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di tanah suci. Bolehkah membawa urusan politik selama di tanah suci dan selama masa melakukan manasik umrah? 

Lembaga Fatwa Dar al-Ifta Mesir, menggarisbawahi yang dimaksudkan dengan aktivitas politik tersebut adalah ajakan politik praktis untuk memenangkan salah satu calon atau merebut kursi kekuasaan. 

Menurut lembaga yang dinakhodai Syekh Syauqi Ibrahim al-‘Allam ini, aktivitas politik praktis selama berhaji atau berumrah dalam pengertian di atas sangat tidak diperbolehkan dalam kacamata agama. 

Beberapa alasan haramnya membawa politik praktis selama di tanah suci, Makkah dan Madinah terutama saat umrah dan haji adalah sebagai berikut: 

  • “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (QS at-Taubah [9]: 107). Dalam kitab Ahkam al-Quran, al-Jasshash mengatakan yang dimaksud dalam ayat ini adalah memecah belah umat Islam dalam masjid mereka, sehingga menimbulkan kebencian dan perbedaan antarumat. 
  • Aktivitas politik praktis di saat haji atau umrah adalah bentuk kemaksiatan dan haram menurut syariat, bahkan bisa tergolong dosa besar. 
  • Kegiatan politik praktis saat umrah atau haji, akan merusak keikhlasan beribadah. Mereka yang mengeksploitasi ibadah haji atau umrah mereka sangat potensial kehilangan esensi dan subtansi ibadah mereka. “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.” (QS al-Baqarah [2]: 196). Dalam sebuah manuskrip langka, Juzuhu fi Ihdats al-Jum’at bi Madrasat Ibn Suwaid, menegaskan mereka yang menginginkan tujuan duniawi dengan mencampuradukkan dengan perkara agama, seperti riya’, membangga-banggakan, atau tujuan duniawi lainnya, minimal amal ibadahnya akan gugur, atau melakukan tindakan yang dilarang. Karena itu, seyogianya dia tidak melakukan hal semacam itu dan menjauhkan hawa nafsunya selama beribadah.  
  • Aktivitas politik praktis selama ibadah umrah dan haji akan mencedarai ibadah itu sendiri. Hal ini bertentangan dengan tuntunan Allah SWT agar mengagungkan syariat haji dan umrah di tanah suci. “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS al-Hajj [22]: 32). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement