REPUBLIKA.CO.ID,GAZA -- Wartawan Palestina Mohammed Al-Bardawil, istrinya, dan tiga anak mereka wafat oleh serangan udara Israel yang menargetkan rumah mereka di Gaza Selatan pada Selasa (1/4/2025), dalam suasana Idul Fitri.
Serangan ini menambah jumlah korban jiwa dari kalangan profesional media atau wartawan di wilayah Gaza yang terkepung. Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa setidaknya 209 wartawan dan pekerja media telah dibunuh Israel sejak genosida dimulai oleh zionis pada Oktober 2023.
Pusat Perlindungan Jurnalis Palestina (PJPS) mengutuk pembunuhan jurnalis yang sengaja ditargetkan Israel. PJPS menggambarkannya sebagai bagian dari pola pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang lebih luas yang dilakukan oleh pasukan Israel.
"Penargetan sistematis terhadap wartawan bertujuan untuk membungkam narasi Palestina dan menghapus kebenaran,” kata kantor media yang berbasis di Gaza itu, dikutip dari halaman Days of Palestine, Selasa (1/4/2025).
“Namun, pendudukan (penjajahan) telah gagal mematahkan tekad rakyat kami (Palestina),” kata Kantor Media Pemerintah Gaza.
Kampanye militer Israel yang sedang berlangsung di Gaza telah digambarkan sebagai yang paling mematikan bagi para jurnalis dalam 30 tahun terakhir. Para pengawas media internasional menuduh Israel dengan sengaja menargetkan wartawan Palestina untuk mengaburkan bukti-bukti kejahatan perang dan menekan peliputan independen atas perang tersebut.
Wartawan asing telah dilarang masuk ke Gaza, yang semakin membatasi akses media ke garis depan perang.
Dalam laporan tahunannya, Committee to Protect Journalists (CPJ) mendokumentasikan jumlah kematian jurnalis yang mencapai rekor pada tahun 2024, dan mengaitkan lebih dari dua pertiga dari kematian tersebut dengan tindakan militer Israel.
Ketua CPJ, Jodie Ginsberg menyatakan, “Perang di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal dampaknya terhadap jurnalis dan menunjukkan kemerosotan besar dalam norma-norma global untuk melindungi para profesional media di wilayah konflik. Namun, ini bukan satu-satunya wilayah di mana jurnalis menghadapi risiko besar.”
Laporan CPJ mengkonfirmasi bahwa setidaknya 85 jurnalis dibunuh pada tahun 2024 oleh serangan militer Israel, 82 di antaranya adalah warga Palestina.
Kelompok advokasi ini juga menuduh Israel menghalangi investigasi independen atas kematian-kematian para wartawan. Israel malah melimpahkan kesalahan kepada para korban, dan gagal meminta pertanggungjawaban militernya.
Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) telah melabeli tahun 2024 sebagai salah satu tahun terburuk bagi para profesional media, dan mengecam pembantaian yang terjadi di Palestina di depan mata seluruh dunia.
Reporters Without Borders (RSF) lebih lanjut menekankan bahwa Palestina telah menjadi negara paling berbahaya bagi para jurnalis, dengan jumlah korban wafat di kalangan pekerja media yang lebih tinggi dalam lima tahun terakhir dibandingkan dengan negara lain.
Seiring dengan meningkatnya protes internasional atas penargetan jurnalis oleh Israel, organisasi-organisasi kebebasan pers terus menuntut pertanggungjawaban dan penghentian serangan terhadap pekerja media.
Pembunuhan Mohammed Al-Bardawil dan keluarganya menggarisbawahi kondisi berbahaya yang dihadapi oleh para jurnalis di Gaza, yang menimbulkan pertanyaan mendesak tentang kebebasan pers dan perlindungan wartawan di zona perang.