Rabu 19 Jun 2019 17:26 WIB

Deklarasi Abu Dhabi Perekat Islam dan Non-Muslim

Deklarasi Abu Dhabi upaya menjembatani Islam dan non-Muslim.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nashih Nashrullah
Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Syafiq A. Mughni bersama para tokoh agama menjadi narasumber dalam refleksi akhir tahun dan proyeksi awal tahun di Jakarta, Kamis (13/12).
Foto: Republika/Prayogi
Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Syafiq A. Mughni bersama para tokoh agama menjadi narasumber dalam refleksi akhir tahun dan proyeksi awal tahun di Jakarta, Kamis (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY -- Dokumen tentang Persaudaraan Manusia bagi Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama atau Deklarasi Abu Dhabi telah ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Ahmad Al-Tayyeb beberapa waktu lalu. Pemaknaan dan pengejewantahan Deklarasi Abu Dhabi pun terus diupayakan masyarakat lintas agama.  

Dalam pandangan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Antaragama dan Peradaban, Prof Syafiq A Mughni, tantangan global dewasa ini meliputi pacuan senjata, ketidakadilan sosial, korupsi, kesenjangan ekonomi, kemerosotan moral, terorisme, diskriminasi, dan ekstremisme. Untuk menanggulangi tantangan tersebut diperlukan dialog dan kerja sama internasional. 

Baca Juga

"Diperlukan Community-based Approach yang didasari empati, rasa percaya, cinta, dan harapan," ujar Syafiq dalam rilis pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/6). Pernyataan tersebut Syafiq sampaikan dalam Seminar Internasional bertemakan Interreligious Dialogue: Perspectives from Asia menyampaikan pemaparan soal deklarasi Abu Dhabi tersebut di Universitas Urbaniana, Italia, Selasa (18/6) waktu setempat.

Menurut Syafiq, partisipasi komunitas secara menyeluruh sangat penting. Sehingga upaya manipulasi agama untuk menimbulkan konflik dapat dihindari.  

Sementara itu, Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama, Mons Miguel Angel Ayuso Guixot, dalam makalah yang dibacakan Pastor Markus Solo, SVD menyatakan bahwa nilai-nilai dialog antaragama juga tercermin dalam Deklarasi Abu Dhabi. Hal itu yakni penekanan atas pesan persaudaraan.  

"Bahwa kita semua adalah bersaudara dengan dibangunnya ‘jembatan’ agar saling berkomunikasi untuk memunculkan dan menjaga kesadaran toleransi dan meruntuhkan tembok-tembok rasa takut dan ketidakpedulian," ujar Guixot. 

Seminar tersebut dihadiri sekitar 160 peserta yang diselenggarakan oleh tiga belas Duta Besar negara-negara Asia untuk Takhta Suci Vatikan yang dikoordinasikan Dubes RI untuk Italia, Agus Sriyono.

Dalam sambutan penutup, Menteri Luar Negeri Takhta Suci Vatikan Mons. Paul R Gallaghel menggarisbawahi kembali aspek dialog antaragama dalam Deklarasi Abu Dhabi. 

Dia mengatakan, dialog, pemahaman, dan penyebarluasan mengenai toleransi, saling menerima, dan hidup bersama secara damai dapat berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi banyak masalah ekonomi, sosial, dan politik yang membebani sebagian besar masyarakat dunia.  

Selain itu, beliau juga mengutip pesan Paus Fransiskus dalam suatu kesempatan. Paus menegaskan bahwa dialog antaragama merupakan hal yang diperlukan bagi perdamaian dunia. Hal itu pun adalah tugas bagi umat Katolik dan juga komunitas keagamaan lainnya.  

Selepas seminar, acara dilanjutkan dengan menikmati sajian makanan Asia dari negara-negara penyelenggara seminar, yakni Australia, Filipina, Indonesia, Irak, Iran, Jepang, Korea Selatan, Lebanon, Malaysia, Taiwan, Timor Leste, dan Turki. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement