REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ulama dan pakar tafsir Alquran Prof M Quraish Shihab, menjadi wakil satu-satunya tokoh agama dari Indonesia, bahkan Asia Tenggara yang hadir dalam penandatanganan Deklarasi Abu Dhabi, Senin (7/2) lalu.
Deklarasi itu disebut sebagai ‘Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan’. Deklarasi itu ditandatangani Imam Besar Al-Azhar, Ahmed al-Tayeb dan pemimpin tertinggi Vatikan Paus Fransiskus.
Deklarasi ini merupakan hasil atas acara Pertemuan Persaudaraan Manusia yang digelar di Uni Emirat Arab. Acara ini dihadiri oleh 400 pemimpin keagamaan. Quraish hadir dalam kapasitas sebagai anggota Majelis Hukama’ Al-Islam/ Moslem Elders Councils (Majelis Orang-orang Bijak Muslim), sebuah organisasi yang bertujuan untuk menghindarkan kekerasan-dalam bentuk apapun, serta mengedepankan dialog sambil menegaskan perbedaan pendapat harus dihormati walaupun tidak menyetujuinya.
Dalam kesempatan bersejarah itu, Quraish memberikan ceramah yang berjudul Persaudaraan Manusia: Tantangan dan Kesempatan. Mengawali ceramahnya, Quraish mengutip pernyataan Imam Ali bin Thalib kepada Gubernur Mesir pada masanya yaitu manusia terbagi dalam dua kelompok; saudara denganmu dalam agama/ seagama dan setara denganmu dalam kemanusiaan.
Quraish mengemukakan, ikatan kebersamaan dalam agama tidak menafikan ikatan persaudaraan antarmanusia. “Agama dan kemanusiaan berdampingan untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmoni.”
Dia mengatakan, ungkapan ini sejalan dengan pesan-pesan Alquran yang menegaskan pentingnya menjaga persaudaraan, bukan saja dengan sesama Muslim, melainkan juga sesama manusia, walau berbeda keyakinan.
Menurut Quraish, tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan persudaraan manusia adalah peradaban modern yang terlalu mementingkan aspek material dan mesin, disertai dengan sifat rakus/tamak, egoisme, dan mengesampingkan manusia dan kemanusiaan.
Namun, Quraish optimis kesempatan untuk mewujudkan persaudaraan manusia, masih terbuka luas. Bukan saja karena harus optimis dalam segala hal, atau karena naluri kebaikan ada dalam diri setiap insan, melainkan karena tanda-tanda ke arah itu terbentang jelas.
“Antara lain, hubungan yang baik antara tokoh-tokoh agama, saling tukar pikiran antarsesama, dengan gagasan-gagasan yang mencerahkan untuk kebaikan umat manusia dan kedamaian dunia,” tutur dia.