Rabu 22 Dec 2010 03:43 WIB
Kepekaan Beragama

Jika Wajar, Pengunjung Mall tak Keberatan dengan Atribut Suasana Natal

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Suasana menyambut Natal di sebuah mall di Jakarta
Foto: Koran Jakarta
Suasana menyambut Natal di sebuah mall di Jakarta

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sore ini, Selasa (21/12), Plaza Senayan dengan suasana Natal mulai ramai disambangi pengunjungi. Di berbagai sudut tampak pernak pernik khas Natal seperti pohon cemara, santa klaus, lampu-lampu kecil yang kerlap kerlip. Tak ketinggalan lagu-lagu rohani yang jelas terdengar dari berbagai sudut Plaza.

Sebelumnya, dalam siaran persnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan tempat belanja, hotel dan rekreasi menampilkan suasana Natal yang berlebihan. MUI juga melaporkan temuannya yang menyebut ada manajemen pengelola pusat perbelanjaan yang memaksakan menggunakan atribut Natal pada karyawan Muslim.

Seorang pengunjung Plaza Senayan yang beragama Muslim, Yati, mengaku masih bisa menerima ketika suasana Natal dibangun tidak berlebihan. ''Pasalnya, kita negara yang mengakui keberadaan agama lain,"paparnya. Dia pun merasa dilematis dengan kondisi tersebut. Di satu sisi, kata dia, Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di dunia tapi harus menghargai keyakinan agama lain yang minoritas.

"Tapi, saya  tidak setuju kalau suasana Natal dibangun berlebihan, seperti pemaksaan pengenaan pernak-pernik Natal pada karyawan Muslim," pungkas warga Jurang Mangu, Tangerang ini. Menurut Yati, ada batasan dimana suasana Natal dibangun dan dibentuk.

Hal senada juga disampaikan Heri, warga Blok S. Dia menyatakan keberatan dengan pemaksaan pemakaian aksesoris Natal pada karyawan mal, hotel atau rekreasi. Menurutnya, ada batasan yang harus diperhatikan pihak manajemen. Karena, kata dia, ini menyangkut keyakinan. "Saya tidak setuju," tegasnya.

Heri pun menyatakan pihak manajemen seharusnya tidak membuat yang bisa menyakitkan umat Islam. Baginya, membangun suasana Natal adalah wajar karena Indonesia merupakan negara yang mengakui kebebasan beragama. Akan tetapi, bila sudah mengerucut pada persoalan keyakinan harus dipertimbangkan dan diperhatikan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement