REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Dengan rumah ibadah Islam yang kian dipantau ketat di penjuru AS, tiga masjid di New York Barat justru membuka pintu mereka lebar-lebar setiap Sabtu siang. Mereka membiarkan khalayak umum melongok sendiri apa sebenarnya masjid itu.
Pemimpin masjid juga mengundang setiap pertanyaan terbuka dan pengunjung merespon dengan berbagai keingintahuan seputar berbagai ragam hukum Syariah, peran wanita dalam Islam, keyakinan Muslim tentang Setan, terorisme, intepretasi Al Qur'an, bagaimana Muslim beribadah, siapa yang membuat keputusan dalam masjid dan apakah penganut paham Syiah dan Suni beribadah di tempat yang sama.
"Semoga ini menjadi awal yang baik," ujar Mohamad Ayoub, seorang kontraktor di Williamsville, yang melayani Asosiasi Budaya Islami sebagai presiden organisasi. Ia kini mengelola Masjid Al Iman di Connecticut. "Pintu kami selalu terbuka. Kali ini kami menerima tamu enam, tujuh orang. Nanti, kami harap kami mendapat 20 orang pengunjung," ujarnya.
Ayoub mengatakan membutuhkan berdekade bagi Muslim Amerika untuk mengatasi kemunduran yang dihadapi Islam di televisi, internet, bincang radio di negara itu sejak serangan teroris pada 11 September, 2001 terhadap menara kembar WTC. Mengingat sosok yang terlibat dalam serangan adalah Muslim, lebih dari 1.800 masjid di seantero AS langsung dicurigai sebagai titik berkumpul para teroris atau simpatisan teroris.
Upaya Ayoub menuai hasil. Beberapa pengunjung pada Sabtu mengekspresikan dukungan atas kehadiran Muslim yang kian berkembang di New York Barat.
Masjid di Connecticut dibuka sekitar lima tahun lalu menggunakan gedung bekas bioskop. Sejak itu bangunan mengalami renovasi dan pelebaran terus menerus.
Beberapa pekan lalu pula, Pusat Islami Jaffarya, di Niagara Frontier, juga membuka pintu bangunan senilai 2,4 juta dolar yang terletak di Transit Road.
Salah satu jamaah Gereja Lutheran Trinitas Suci, Victoria Ros, mengatakan ia mendatangi Masjid Al Imn sebagai solidaritas dengan Muslim. Ia mengatakan berniat menghentikan penyulut kebencian dan sentimen anti-Islam yang tengah berlangsung. "Saya senang ada masjid di sini," imbuhnya.
Sementara, pengunjung lain mengaku sekedar ingin tahu seperti apa masjid itu dan ingin memelajari lebih tentang Islam. Salah satu warga yang tinggal beberapa blok dari masjid Connecticut, Lesley Haynes, mengaku menghabiskan waktu beberapa jam untuk bertemu dengan komunitas di lingkungannya.
"Saya bahkan belum pernah tahu ada masjid di sini, dan saya tinggal di lingkungan ini," ujar pria yang juga anggota Gereja Presbiterian Pertama di Buffalo. Sebelum mengunjungi masjid tersebut, Haynes rupanya kerap mengunjungi masjid sebagai bagian aktivitas antaragama.
Ketika memasuki aula shalat, Haynes bertanya pada Ayoub apakah kaligrafi Arab yang tertulis di dinding balkon berasal dari Al Qur'an. Ayoub kemudian menerjemahkan ayat tersebut, yang berbunyi "Allah adalah satu-satunya Tuhan yang mengetahui semua keberadaan surga dan bumi. Itu adalah salah satu kalimat yang dikenal dalam seluruh Al Qur'an.
"Apa yang kamu katakan juga berada dalam Injil," ujar Haynes. "Tentu saja," timpal Ayoub.
Ayoub mengatakan banyak Muslim tidak memahami keyakinan mereka sendiri. "Ada perbedaan mendasar antara Islam dan Muslim. Beberapa orang mengetahui bagaimana menjadi seorang Muslim dan beberapa orang tidak tahu," ujarnya.
Acara open house semacam ini yang juga digelar di Masjid Islamic Lackwan berhasil menarik sekitar 25 orang. Sementara lebih dari 100 orang berkunjung dalam acara serupa di Masjid An Nur di Heim Road, Amherst, demikian menurut penuturan presiden Dewan Urusan Publik Muslim (MPAC) bagian New York Barat, Khalid J. Qazy. MPAC adalah lembaga yang menggagas dan mengorganisir upaya tersebut.
Para pemimpin masjid di kawasan tersebut kini diminta untuk mengeksplorasi konsep acara open house lebih jauh lagi sejak kontroversi seputar pendirian masjid di dekat ground zero, Manhattan dan pembakaran Al Qur'an mencuat ke publik. "Kami sempat absen beberapa saat, dan mungkin seharusnya kami melakukan lebih sering lagi," ujar Qazi.