Rabu 06 Oct 2010 23:40 WIB

MUI Minta Pemerintah Segera Sahkan UU Halal

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Endro Yuwanto
MUI
MUI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada pemerintah untuk segera membuat regulasi berupa UU tentang produk halal. Hal ini dilatarbelakangi keinginan MUI untuk memelihara dan menjaga umat Islam agar tidak mengkonsumsi produk-produk yang tidak halal.

"Kami menyampaikan kepada wapres bahwa umat Islam di Indonesia adalah penduduk yang mayoritas," kata Ketua MUI pusat, Umar Shihab usai bertemu Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Rabu (6/9).

Karena itulah, menurut Umar, jika UU tentang produk halal tidak segera ditetapkan sama saja membiarkan umat Islam terus memakan produk-produk yang tidak halal. Ke depannya, kata Umar, jika pemerintah tetap membiarkan hal tersebut dan tidak segera membuat regulasi untuk produk halal, berarti di luar dari tanggungjawab MUI sebagai wadah untuk menyampaikan pentingnya kehalalan pada umat Islam.

Namun demikian, menurut Umar, Wapres menyambut hal ini dengan antusias dan bersedia untuk bersama-sama MUI menanggulangi kemungkinan masuk dan terproduksinya makanan-makanan tidak halal. Apalagi, katanya, makanan tak halal tersebut memiliki dampak yang membawa kerusakan bagi moral.

Menambahkan Umar, Juru bicara Wapres, Yopie Hidayat menyampaikan bahwa Wapres pada dasarnya sangat setuju dengan upaya meregulasi kehalalan tersebut. Namun, ada satu hal yang diingatkan. "Seperti yang disampaikan di pameran produk halal beberapa waktu lalu, jangan sampai regulasi itu membebani konsumen," katanya.

Misalnya, menurut Yopie, setelah dilakukan regulasi, produk-produk halal tersebut jangan sampai harganya lebih mahal ketimbang sebelumnya atau bahkan produk lain yang jelas tidak halal. Sebab, menurut Wapres, hal tersebut akan memperlemah daya beli dan merugikan umat Islam sendiri.

Wapres, menurut Yopie, hanya berpesan hal tersebut kepada MUI agar dipikirkan dalam melakukan perancangan UU. "Buat apa ada regulasi untuk melindungi umat Islam tapi mereka harus bayar lebih mahal," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement